SITUS MOHAMMAD ARSIN

SELAMAT DATANG DI SITUS RESMI " WWW.MOHAMMAD ARSIN.BLOGSPOT.COM" SEMOGA BERMANFA'AT

Sabtu, 05 November 2016

CABANG-CABANG IMAN

Cabang-Cabang Iman

بسم الله الرحمن الرحيم


Segala puji bagi Allah ,
Salawat dan salam semoga tetap tercurah atas Nabi Besar Muhammad saw yang telah menyelesaikan ketiga macam ajaran tersebut dengan sukses. Karenanya beliau menjadi pemimpin dunia terbesar yang belum dan tidak akan pernah ditandingi oleh siapa pun sepanjang sejarah.
Ajaran iman yang kita ketahui memiliki enam sendi. Ternyata ajaran iman tersebut memiliki 77 cabang yang harus kita ketahui dan kita amalkan. Kitab yang menuturkan 77 cabang iman secara ringkas dan mudah difahami adalah Qami' ath-Thughyan karangan Syeikh Muhammad Nawawi bin 'Umar dari Banten. Kitab tersebut merupakan ulasan dari kitab Syu'ab al-Imanyang berbentuk syair karya Syeikh Zainuddin bin 'Ali. Terjemahan kitab tersebut lengkap dengan syair-syairnya dimaksudkan untuk dapat dijadikan bahan bacaan yang mudah bagi mereka yang ingin menambah pengetahuan agama.
Syeikh Muhammad Nawawi bin 'Umar Banten mengawali ulasan syair yang menuturkan cabang-cabang iman dengan tiga syair pembuka kitab Syu'ab al-Iman sebagai berikut:
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِى قَدْ صَـيَّرَا * اِيْمَانَ شَخْصٍ ذَا شُعَبْ فَتُتَمَّمُ
هَذِىْ بُيوْتٌ مِنْ كِتَابِ الْكُوْشِنِى * مَنْ قَـالَ بَعْدَ صَـلاَتِنَا َنُسَـلِّمُ
لِمُحَـمَّدٍ وَِلآلِـهِ وَصَــحَـابَتِهْ * مَادَارَ شَمْسٌ فِى السَّمَـاءِ وَاَنْجُمُ
  • Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan iman seseorang mempunyai cabang-cabang, sehingga cabang tersebut harus disempurnakan.
  • Bait-bait syair ini diambil dari kitab Syeikh Zainuddin al-Kusyini, yaitu orang yang berkata setelah kami membaca salawat dan salam,
  • bagi Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau, selama matahari dan bintang-bintang di langit masih beredar. 
Dalam ajaran agama Islam disebutkan bahwa rukun atau sendi iman ada enam sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat Imam Muslim. Iman tersebut mempunyai cabang sebanyak 77 (tujuh puluh tujuh). Setiap cabang berupa pekerjaan yang harus dikerjakan oleh setiap orang yang mengaku beriman. Apabila 77 pekerjaan tersebut dilakukan seluruhnya, maka sempurnalah iman seseorang. Apabila ada yang ditinggalkan, maka berarti berkurang ketebalan imannya. Cabang iman sebanyak 77 adalah berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh para ahli hadits yang berbunyi:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ شُعْبَةً ، اَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاَدْنَاهَا اِمَاطَةُ الاَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيْمَانِ رَوَاهُ الْمُحَدِّثُوْنَ
Rasulullah saw bersabda: "Iman itu 77 cabangnya. Yang paling utama dari cabang-cabang tersebut adalah mengucapkan "La ilaha illallah" (tiada Tuhan melainkan Allah) dan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan dari jalan. Malu (berbuat maksiat) adalah satu cabang dari iman." H.R. Para Ahli Hadits.
Ketujuh puluh tujuh cabang iman tersebut dituturkan dalam bait syair:
اِيْمَانُنَا بِضْعٌ وَعَــيْنٌ شُعْبَـةً * يَسْتَكْمِلَنْهَا اَهْـلُ فَضْلٍ يَعْظُمُ
Iman kita ada 77 cabang, yang para ahli keutamaan benar-benar akan menyempurnakannya, sehingga menjadi orang besar di sisi Allah.

Cabang iman 1-5 disebutkan dalam bait syair:
آمِنْ بِرَبِّكَ وَالْمَلآئِكِ وَالْكُتُبِ * وَالأَنْبِيَا وَبِيَوْمِ يَفْنَى لْعَـالَمُ
Berimanlah engkau kepada Tuhanmu, para malaikat, kitab-kitab, para nabi dan hari kerusakan alam.

Beriman kepada Allah

Kita wajib beriman bahwa Allah adalah:
  • Maha Esa yang sama sekali tidak ada sekutu bagi-Nya.
  • Maha Tunggal yang sama sekali tidak ada yang serupa dengan-Nya, tempat meminta pertolongan yang sama sekali tidak ada yang menandingi-Nya.
  • Maha Sedia tanpa permulaan.
  • Maha Berdiri dengan pribadi-Nya sendiri.
  • Maha Kekal.
  • Maha Abadi.
  • Maha Dahulu yang tidak ada permulaan bagi-Nya.
  • Maha Akhir yang sama sekali tidak ada kesudahan bagi-Nya.
  • Maha Tegak yang tidak dilenyapkan oleh masa dan tidak diubah oleh sangkaan.
  • Maha Permulaan, Maha Akhir, Maha nampak pekerjaannya dan Maha Tersembunyi yang tidak tampak Dzat-Nya.
  • Maha Suci dari jasmani, tak sesuatupun yang menyerupai-Nya.

Beriman kepada para malaikat

Kita wajib membenarkan wujud mereka sebagai:
  • para hamba Allah yang dimuliakan.
  • tidak pernah maksiat atau mendurhakai Allah terhadap segala yang telah diperintahkan oleh Allah kepada mereka dan selalu melaksanakan semua yang diperintahkan.
  • jasmani yang halus dan bernyawa.
  • sesuatu kekuatan yang dijadikan oleh Allah untuk berubah-ubah bentuk yang indah.
  • dibuat dari cahaya.

Beriman kepada kitab Allah

Kita wajib membenarkan bahwa sesungguhnya kitab yang diturunkan oleh Allah kepada para nabi-Nya adalah wahyu Allah yang memuat hukum dan kabar-Nya.

Beriman kepada para nabi

Kita wajib membenarkan bahwa sesungguhnya para nabi adalah:
  • orang-orang jujur dalam segala hal yang mereka khabarkan dari Allah.
  • di antara mereka ada yang diutus kepada makhluk untuk memberi petunjuk dan untuk menyempurnakan kehidupan mereka di dunia serta tempat kembali mereka di akhirat.
  • diberi mukjizat oleh Allah yang dapat menunjukkan kebenaran mereka.
  • menyampaikan risalah Allah dan menerangkan segala sesuatu kepada orang-orang mukallaf.

Beriman kepada kerusakan seluruh alam semesta

Kita wajib beriman bahwa alam semesta, alam dunia maupun benda di angkasa akan hancur binasa pada hari kiamat. Amal yang kita kerjakan akan dibalas dengan cara perhitungan amal, penimbangan amal, titian, surga dan neraka.
Cabang iman 6-8:
وَالْبَعْثِ وَالْقَدَرِ الْجَلِيْلِ وَجِمْعِنَا * فِي مَحْشَرٍ فِيهِ الْخَلاَئِقُ تَحَشَمُ
Dan (beriman) kepada: kebangkitan, qadar dari Yang Maha Agung, dan kumpul kita di Padang Mahsyar yang di situ para makhluk merasa malu (sehingga pucat mukanya).

Beriman kepada kebangkitan orang mati

Kita wajib beriman bahwa sesungguhnya Allah swt akan membangkitkan atau menghidupkan semua makhluk yang sudah mati, baik yang dikubur, mati tenggelam, atau sebab lainnya. Menurut pendapat yang disepakati oleh seluruh ulama, yang dibangkitkan adalah wujud dari badan dan bukan yang semisal dari badan ini. Dalam surat at-Taghabun ayat 7 Allah swt berfirman:
زَعَمَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا اَنْ لَنْ يُبْعَثُوْا قُلْ بَلَى وَرَبِّى لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ وَذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ
Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: "Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". Yang demikian adalah mudah bagi Allah.

Beriman kepada qadar

Kita harus yakin bahwa Allah swt mewujudkan segala sesuatu sesuai dengan pengetahuan Allah yang telah mendahuluinya. Semua perbuatan makhluk adalah sesuai dengan ketentuan Allah Ta'ala. Oleh karena itu sepatutnyalah bagi manusia untuk rela terhadap keputusan-Nya.
Syekh Afifuddin az-Zahid menceritakan bahwa sewaktu berada di Mesir beliau mendengar sesuatu yang terjadi di Baghdad tentang pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap kaum muslimin. Kota Baghdad hancur, selama tiga setengah tahun tidak mempunyai pemerintahan. Juga tentang perbuatan orang-orang kafir mengalungkan mushaf al-Quran pada leher-leher anjing, membuang kitab karangan para ulama ke sungai sehingga menjadi seperti jembatan yang dapat dilalui oleh kuda mereka. Syekh Afifuddin az-Zahid mengingkari hal tersebut dan bertanya kepada Allah swt, "Wahai Tuhanku, bagaimana hal ini dapat terjadi, sedangkan di antara kaum muslimin yang dibunuh itu terdapat anak-anak dan orang-orang yang tidak berdosa?"
Pada waktu tidur Syekh Afifuddin az-Zahid bermimpi melihat seorang laki-laki yang membawa sebuah tulisan, lalu beliau ambil. Tulisan tersebut berbunyi:
دَعِ الإِعْتِرَاضَ فَمَا الأَمْرُ لَـكَ * وَلاَ الْحُكْمُ فِى حَرَكَاتِ الْفَلَكِ
وَلاَ تَسْـأَلِ اللهَ عَنْ فِعْلِــهِ * فَمَنْ خَـاضَ لُجَّةَ بَحْـرٍ هَلَكَ
Tinggalkanlah menentang putusan Allah, karena urusan itu bukanlah milikmu; dan tiadalah hukum itu tergantung pada gerakan-gerakan bintang.
Janganlah engkau bertanya kepada Allah mengenai pekerjaan-Nya. Barang siapa yang mengarungi gelombang lautan niscaya dia akan binasa.

Beriman bahwa semua makhluk sesudah dibangkitkan dari kubur akan digiring ke Padang Mahsyar, yaitu tempat pemberhentian mereka pada hari kiamat

Padang Mahsyar adalah tanah putih, berupa lembah datar, sama sekali tiada bengkokannya, tak ada bukit tempat orang dapat bersembunyi di belakangnya, tak ada jurang tempat merendahkan pandangan, kecuali sebuah padang luas yang sama sekali tak ada perbedaannya. Manusia akan dihalau ke Padang Mahsyar secara berombongan, sesuai tingkatannya. Di antara mereka ada yang:
  • naik kendaraan, yaitu orang yang bertakwa,
  • berjalan dengan kedua kakinya, yaitu orang yang sedikit amalnya,
  • berjalan dengan mempergunakan mukanya, yaitu orang-orang kafir.

Dari tempat pemberhentian ini, manusia diberangkatkan ke surga atau neraka. Mereka akan melalui titian atau jembatan. Dalam meniti jembatan, menurut Syeikh Muhammad al-Hamdani umat Nabi Muhammad saw terbagi menjadi tujuh macam:
  1. Orang siddiq, yang akan meniti secepat kilat.
  2. Orang alim, yang akan meniti secepat angin yang kencang.
  3. Para wali abdal, yang akan meniti secepat burung terbang dalam satu saat yang sebentar.
  4. Orang yang mati syahid, yang akan meniti secepat kuda balap dalam waktu setengah hari.
  5. Orang yang mati pada saat menunaikan ibadah haji, yang akan meniti dalam waktu satu hari penuh.
  6. Orang yang taat, yang akan meniti dalam waktu satu bulan.
  7. Orang yang maksiat, yang meletakkan kaki mereka di atas titian, sedangkan dosa mereka diletakkan di atas punggung.
Ketika mereka lewat, neraka Jahanam mendatangi untuk membakar mereka. Kemudian neraka Jahanam melihat cahaya iman di hati mereka, lalu berkata:
"Lewatlah wahai orang mukmin, karena sesungguhnya cahaya imanmu memadamkan kobaran apiku!"
Di Padang Mahsyar, para makhluk pucat mukanya dan malu karena amal jelek mereka akan dibeberkan di hadapan Allah swt. Setiap orang akan sibuk dengan urusannya sendiri dengan memasukkan jari-jari tangan kanannya ke sela-sela jari tangan kirinya. Keadaan mereka tersebar seperti belalang yang tersebar di bumi. Masing-masing orang dapat saling melihat keluarganya dan dapat saling mengenal, akan tetapi tidak berbicara. Mereka berjalan di Padang Mahsyar tidak beralas kaki dan dalam keadaan telanjang bulat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:
يُبْعَثُ النَّاسُ حُفَاةً عُرَاةً غَرْلاً قَدْ اَلْجَمَهُمُ الْعِرْقُ وَبَلَغَ شُحُوْمَ الآذَانِ
Manusia akan dibangkitkan dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang bulat, lagi tidak berkhitan. Keringat telah mengendalikan mereka dan keringat tersebut sampai di daun telinga.
Cabang iman 9 disebutkan dalam bait syair:
وَبِاَنَّ مَرْجِعَ مُسْـلِمٍ لِجِنَـانِهِ * وَبِاَنَّ مَرْجِـــعَ كَافِرٍ لِجَهَنَّمُ
Dan beriman bahwa sesungguhnya tempat kembali orang muslim adalah surganya, dan bahwa sesungguhnya tempat kembali orang kafir adalah neraka Jahanam".

Beriman bahwa sesungguhnya surga adalah tempat tinggal yang kekal bagi orang muslim; sedangkan neraka Jahanam adalah tempat tinggal yang kekal bagi orang kafir

Orang muslim adalah orang yang mati dalam keadaan beragama Islam, meskipun sebelumnya kafir. Orang-orang yang berbuat maksiat dapat tergolong orang muslim, sehingga tempat kembali dan tempat mereka yang kekal adalah surga. Jika mereka dimasukkan ke dalam neraka, mereka tidak kekal di dalamnya. Bahkan siksaan mereka tidak langgeng selama di dalam neraka; karena setelah masuk ke dalam neraka mereka akan mati sekejap yang hanya diketahui ukurannya oleh Allah swt dan mereka tidak hidup sehingga keluar dari neraka. Mati di sini maksudnya bahwa mereka itu tidak dapat merasakan siksa, dan bukan mati dengan keluar nyawa dari tubuhnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan orang kafir di sini ialah orang yang mati dalam keadaan kafir, meskipun dia hidup sepanjang umurnya dalam keadaan beriman. Termasuk juga orang yang sungguh-sungguh mempergunakan akal fikirannya, akan tetapi tidak dapat sampai kepada kebenaran sejati; sementara ia meninggalkan taklid yang diwajibkan baginya.
Anak-anak orang musyrik tidak termasuk kafir, bahkan mereka di dalam surga, menurut pendapat yang benar. Dalam hal kafir tidak ada perbedaan antara manusia dan jin.

Cabang iman 10-13, disebutkan dalam bait syair:
وَاحْبُبْ اِلَهَكَ خَفْ اَلِيْمَ عِقَابِهِ * وَلِرَحْمَةِ ارْجُ تَوَكَّلَنْ يَا مُسْلِمُ
Cintailah Tuhanmu, takutlah akan kepedihan siksa-Nya, berharaplah engkau akan rahmat Allah, dan bertawakallah benar-benar wahai orang muslim.

Mencintai Allah

Secara logical framework, kecintaan kepada Allah digambarkan oleh Imam Sahal:
"Tanda mencintai Allah adalah mencintai al-Quran. Tanda mencintai Allah dan al-Quran adalah mencintai Nabi Muhammad saw. Tanda mencintai Nabi Muhammad saw adalah mencintai sunnah (ucapan, tingkah laku, dan sikap) beliau. Tanda mencintai sunnah adalah mencintai akhirat. Tanda mencintai akhirat adalah membenci dunia (pujian orang, penampilan, kemewahan dan lain-nya). Tanda membenci dunia adalah tidak mempergunakan harta benda dunia kecuali sebagai bekal menuju akhirat."
Syeikh Hatim bin Alwan berkata: "Barang siapa mengaku tiga hal tanpa tiga hal lainnya, maka ia adalah pembohong:
  1. orang yang mengaku mencintai Allah tanpa menjauhi larangan-Nya,
  2. orang yang mengaku mencintai Nabi Muhammad saw tanpa mencintai kefakiran, dan
  3. orang yang mengaku mencintai surga tanpa mau menyedekahkan hartanya."

Sebagian dari ahli makrifat berkata: "Jika iman seseorang berada di luar hati, maka ia akan mencintai Allah dengan kecintaan yang sedang. Jika iman seseorang telah masuk ke tengah hati, maka dia akan mencintai Allah dengan kecintaan yang sepenuhnya dan akan meninggalkan kemaksiatan-kemaksiatan."
Pada pokoknya mengaku cinta adalah menanggung resiko. Oleh karena itu Syeikh Fudlail bin Iyadl berkata: "Jika kamu ditanya apakah engkau mencintai Allah, maka diamlah! Karena sesungguhnya jika engkau mengatakan "tidak", maka engkau "kafir" dan jika mengatakan "ya", maka sifatmu bukanlah sifat dari orang-orang yang mencintai-Nya."

Takut kepada siksa Allah

Menurut Imam al-Ghozali dalam kitab Ihya' Ulumiddin, derajat takut yang paling minim adalah menahan diri dari hal-hal yang dilarang, yang dinamakan wara'. Jika kekuatan takut bertambah, maka akan menahan diri dari hal-hal yang tidak diyakini keharamannya; dan hal ini dinamakan takwa. Jika pada rasa takut tergabung usaha untuk memurnikan waktunya hanya semata untuk melayani Allah, sehingga tidak membangun rumah yang tidak akan ditempati selamanya, tidak mengumpulkan harta yang tidak akan dimakan, dan tidak menoleh kepada kesenangan dunia karena mengetahui bahwa dunia itu akan berpisah dengannya, sehingga tidak mempergunakan satu nafaspun selain untuk Allah, maka hal ini dinamakan shidqun atau jujur dan orangnya dinamakan shiddiq.
Jadi takwa termasuk dalam shidqunwara' masuk dalam takwa, dan iffah (meninggalkan yang haram) masuk dalam wara'.

Mengharap rahmat Allah Ta'ala

Dalam surat az-Zumar ayat 53 Allah swt berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلَى اَنْفُسِهِمْ لاَ تَقْنَطُوْا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ اِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا اِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri sendiri, janganlah kamu sekalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Rasulullah saw bersabda:
اَلْفَاجِرُ الرَّاجِى لِرَحْمَةِ اللهِ تَعَالَى اَقْرَبُ اِلَى اللهِ تَعَالَى مِنَ الْعَابِدِ الْقَانِطِ
Orang durhaka yang mengharap rahmat Allah Ta'ala adalah lebih dekat kepada Allah Ta'ala dari pada ahli ibadah yang putus harapan.
Diriwayatkan dari Umar, dari Zaid bin Aslam bahwa ada seorang laki-laki dari umat terdahulu yang giat beribadah dan memperberat dirinya dalam ibadah, sedangkan ia adalah orang yang tidak mengharapkan rahmat Allah. Ketika laki-laki tersebut mati dan bertanya kepada Allah: "Ya Tuhanku, apakah bagianku di sisi-Mu?" Allah berfirman: "Bagianmu adalah neraka!" Laki-laki tersebut berkata: "Wahai Tuhanku, di manakah ibadah dan kegiatanku?" Allah berfirman: "Engkau adalah orang yang tidak mengharap rahmat-Ku di dunia, maka pada hari ini Aku memutuskan engkau dari rahmat-Ku!"
Dalam kitab Ihya' Ulumiddin dijelaskan bahwa hakekat "harapan" adalah kesenangan hati karena menanti sesuatu yang dicintai. Akan tetapi sesuatu yang dicintai itu harus dapat terjadi dan harus berdasarkan sebab. Jika sebabnya tidak ada, disebut "tipuan" dan "ketololan". Jika sebabnya tidak diketahui ada atau tidak ada, disebut "angan-angan". Jika dalam hati kita tergerak keadaan sebab tersebut dalam waktu yang telah lampau, disebut "mengingat". Jika dalam hati kita tergerak keadaan sebab tersebut dalam waktu sekarang, disebut "menemukan" dan "merasakan". Jika dalam hati kita tergerak keadaan dari sesuatu pada waktu yang akan datang, dan keadaan sesuatu tersebut sangat menguasai hati kita, maka disebut "menanti" dan "mengharap". Jika yang dinanti adalah sesuatu yang dibenci yang menghasilkan rasa sakit dalam hati, dinamakan "takut" atau "ketakutan". Jika yang dinanti adalah sesuatu yang dicintai yang menghasilkan kelezatan dan kesenangan, maka kesenangan tersebut disebut "harapan" atau raja'.

Tawakal

Dalam surat al-Ma'idah ayat 23 Allah swt berfirman yang antara lain sebagai berikut:
... وَعَلَى اللهِ فَتَوَكَّلُوْا اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
... dan hanya kepada Allah hendaknya kamu sekalian bertawakal, jika kamu sekalian benar-benar beriman.
tawakal terdiri dari tiga unsur, yaitu: makrifat, keadaan hati, dan amal.
Makrifat, yaitu keyakinan dan kesadaran hati bahwa selain dari Allah Ta'ala tidak ada yang dapat mendatangkan sesuatu manfaat atau kenikmatan kepada kita. Sedangkan keyakinan atau iman di sini terdiri dari empat tingkat:
  • Iman dari orang munafik
    Yaitu orang yang mengucapkan dua kalimah syahadat tetapi hatinya sama sekali tidak meyakini kebenaran makna yang terkandung dalam dua kalimah syahadat.
  • Ilmul yaqin
    Yaitu keyakinan dari orang yang mengucapkan dua kalimah syahadat dan hatinya meyakini kebenaran makna yang terkandung dalam dua kalimah syahadat berdasarkan ilmu yang dipelajari.
  • Aynul yaqin
    Sebagai kelanjutan dari tingkat kedua, yaitu keyakinan dari orang yang telah jernih pandangan mata hatinya sehingga dapat memandang kekuasaan Allah melalui segala sesuatu yang dipandang oleh mata kepalanya.
  • Haqqul yaqin
    Sebagai kelanjutan dari tingkat ketiga, yaitu keyakinan dari orang yang hatinya benar-benar telah dapat menyadari dan menghayati hakekat dari wujud dan kekuasaan Allah swt.
Hal atau keadaan hati dari orang yang bertawakal terdiri dari tiga urutan tingkat:
  • keadaan orang yang bertawakal mengenai hak Allah dan mengenai keyakinannya terhadap tanggungan dan pertolongan Allah swt seperti keadaan mengenai keyakinan hatinya kepada kemampuan seorang wakil yang menangani urusannya.
  • keadaan orang yang bertawakal terhadap Allah swt seperti keadaan anak kecil terhadap ibunya
    Yaitu kondisi anak kecil yang tidak mengenal orang lain, selain ibunya. Tidak berlindung dari kesulitan kecuali kepada ibunya. Tidak bersandar dan tidak menggantungkan segala keperluannya kecuali kepada ibunya. Jika melihat ibunya niscaya dirangkulnya. Jika ada sesuatu yang menimpa dirinya sewaktu ibunya tidak ada, maka ucapan yang pertama kali keluar dari mulutnya adalah,"Ibu!". Yang pertama kali tergerak dalam hatinya adalah ibunya. Sesungguhnya ia benar-benar telah yakin terhadap pemeliharaan dan kasih sayang ibunya dengan keyakinan yang penuh.
  • keadaan orang yang bertawakal terhadap Allah dalam setiap gerak dan diamnya seperti mayat di tangan orang yang memandikannya; ia tidak berpisah dengan Allah karena melihat dirinya bagaikan mayat yang digerakkan oleh kekuasaan Allah yang azali, seperti mayat yang digerakkan oleh tangan orang yang memandikannya. Inilah tingkat tawakal yang paling tinggi dari orang yang telah kuat iman dan keyakinannya bahwa sesungguhnya Allah Ta'ala adalah Dzat Yang Maha Penggerak.
Amal tawakal terdiri dari tiga macam, yaitu:
  1. Jalbun nafi'
    Yaitu melakukan pekerjaan yang dapat menjadi sebab dari kedatangan manfaat. Terdiri dari tiga tingkat:
    1. meyakinkan
      Seperti menyuap nasi yang sudah tersedia bagi orang yang ingin menghilangkan rasa lapar dari perutnya.
    2. Diduga keras
      Seperti menanak nasi bagi orang yang ingin menghilangkan rasa lapar dari perutnya, dan berasnya sudah tersedia.
    3. Diperkirakan
      Seperti mencari uang untuk membeli beras bagi orang yang ingin menghilangkan rasa lapar dari perutnya.
  2. Qath'ul adza
    Yaitu melenyapkan atau menghilangkan hal-hal yang dapat merusak kemanfaatan yang ada. Terdiri dari tiga tingkat:
    1. Meyakinkan
      Seperti meminum obat dari dokter bagi orang yang ingin menghilangkan rasa sakit dari badannya.
    2. Diduga keras
      Seperti pergi ke apotik untuk membeli obat resep dari dokter bagi orang yang ingin menghilangkan rasa sakit dari badannya.
    3. Diperkirakan
      Seperti mencari uang untuk membeli obat resep dari dokter bagi orang yang ingin menghilangkan rasa sakit dari badannya.
  3. Daf'ul madlarrat
    Yaitu menolak kedatangan hal-hal yang dapat merusak kemanfaatan yang ada. Terdiri dari tiga tingkat:
    1. Meyakinkan
      Seperti menghalau atau mengusir kucing yang akan makan ikan yang ada di meja makan.
    2. Diduga keras
      Seperti menyimpan ikan dalam lemari makan dan menguncinya agar tidak dimakan kucing.
    3. Diperkirakan
      Seperti pergi untuk membeli lemari makan guna menyimpan ikan agar tidak dimakan kucing.
    Cabang iman 14-16 disebutkan dalam bait syair:
    وَاحْبُبْ نَبِيَّكَ ثُمَّ عَظِّمْ قَدْرَهُ * وَابْخِلْ بِدِيْنِكَ مَا يُرَى بِكَ مَأْثَمُ
    Cintailah nabimu, kemudian agungkan derajatnya; dan kikirlah dengan agamamu selama dilihat perbuatan dosa bagimu.

    Mencintai Nabi Muhammad saw

    Nabi Muhammad saw bersabda:
    لاَ يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى اَكُوْنَ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ
    Tiadalah salah seorang dari kalian beriman, sehingga aku lebih dicintai olehnya dari pada dirinya, hartanya, anaknya, orang tuanya dan manusia semuanya.
    Manusia dalam hadits ini adalah selain orang-orang yang telah disebutkan, seperti kerabat, kenalan, tetangga, teman, dan lainnya. Mencintai Rasulullah saw adalah perwujudan dari mencintai Allah Ta'ala, demikian pula mencintai ulama dan orang-orang yang bertakwa, karena Allah Ta'ala mencintai mereka dan mereka juga mencintai Allah. Semua itu kembali kepada kecintaan yang asli dan tidak boleh melampauinya. Karena pada hakekatnya sama sekali tidak ada yang dicintai bagi orang-orang yang tajam pandangan mata hatinya kecuali Allah Ta'ala, dan sama sekali tidak ada yang berhak untuk dicintai kecuali Dia.

    Mengagungkan derajat Nabi Muhammad saw

    Mengagungkan derajat Nabi Muhammad saw berarti mengetahui ketinggian derajatnya, menjaga tatakrama dan sopan santun pada waktu menyebut nama beliau, dan mendengar nama serta hadits beliau, memperbanyak membaca salawat atas beliau, dan memusatkan perhatian dalam mengikuti sunnah beliau. Dalam suratal-Hujurat ayat 2 Allah swt berfirman:
    يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَرْفَعُوْا اَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلاَ تَجْهَرُوْا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ اَنْ تَحْبَطَ اَعْمَالُكُمْ وَاَنْتُمْ لاَ تَشْعُرُوْنَ
    Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebagian dari kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus pahala amalmu sedangkan kamu tidak menyadari.

    Bakhil terhadap agama Islam

    Bakhil terhadap agama berarti lebih senang dibunuh dan dimasukkan ke dalam api dari pada menjadi orang kafir, dan menyadari bahwa agama Islam adalah jauh lebih mulia dari pada semua harta dan anak-anaknya.
    Umar bin Abdul Aziz pada waktu menjabat sebagai kepala negara telah mengirimkan sepasukan tentara untuk melawan serangan tentara Romawi. Dalam peperangan tersebut 20 orang tentara muslim ditawan oleh pasukan Romawi. Kaisar Romawi memerintahkan salah seorang dari tentara muslim yang ditawan untuk meninggalkan agama Islam dan memeluk agama kekaisaran Romawi serta menyembah tuhannya:
    Kaisar: Hai orang muslim, jika kamu mau memeluk agamaku dan menyembah tuhan yang aku sembah, maka kujadikan kamu sebagai kepala pemerintahan di daerah yang besar. Aku akan memberimu: bendera, wanita penghibur, piala, dan terompet. Jika kamu tidak mau masuk agamaku, maka aku akan membunuh dan memenggal lehermu dengan pedang.
    Tawanan: Aku tak akan menjual agama dengan harta benda dunia.
    Kaisar lalu memerintahkan untuk membunuhnya. Tawanan tersebut dibawa ke alun-alun dan dipenggal lehernya dengan pedang. Setelah lehernya putus, kepalanya berputar mengelilingi alun-alun sambil membaca ayat al-Quran, al-Fajr 30:
    يَآ اَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِى اِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِى فِى عِبَادِى وَادْخُلِى جَنَّتِى
    Wahai jiwa yang tenang, kembalilah engkau kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridlai-Nya. Masuklah dalam kelompok hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.
    Kaisar makin marah dan memerintahkan untuk mengambil tawanan yang kedua.
    Kaisar: Masuklah ke agamaku, nanti kau kujadikan kepala pemerintahan di kota Anu. Jika engkau menolak, maka akan kupotong lehermu seperti kupotong leher temanmu.
    Tawanan: Aku tidak akan menjual agama dengan harta benda dunia. Jika kamu mempunyai kekuasaan untuk memotong leherku, maka kamu tidak memiliki kekuasaan untuk memotong imanku.
    Kaisarpun memerintahkan untuk memotong lehernya. Setelah putus, kepalanya berputar mengelilingi alun-alun tiga kali seperti kepala temannya sambil membaca ayat al-Quran, al-Haqqah 21-23:
    فَهُوَ فِى عِيْشَةٍ رَاضِيَةٍ فِى جَنَّةٍ عَالِيَةٍ قُطُوْفُهَا دَانِيَةٌ
    Maka dia telah berada dalam kehidupan yang diridlai, yaitu dalam surga yang tinggi, yang bebuahannya terjangkau.
    Kaisar makin menjadi marah, dan memerintahkan untuk mengambil tawanan yang ketiga, seorang muslim yang celaka.
    Kaisar: Apa yang akan kau katakan? Apakah engkau mau masuk agamaku dan akan kujadikan engkau seorang kepala pemerintahan?
    Tawanan: Aku mau masuk agamamu dan memilih dunia dari pada akhirat.
    Kaisar: Menteri, buatkan surat keputusan untuk tawanan ini. Berikan kepadanya wanita, piala, dan bendera.
    Menteri: Baginda Kaisar, katakanlah kepadanya: "Jika engkau orang yang jujur dalam ucapanmu, bunuhlah salah seorang dari temanmu, agar kami dapat mempercayai omonganmu."
    Tawanan terkutuk itu mengambil salah seorang temannya dan membunuhnya di hadapan Kaisar Romawi.
    Kaisar: Menteri, buatkan untuk dia SK Pengangkatan.
    Menteri: Baginda Kaisar, hal ini tidak masuk akal bila Baginda membenarkan omongannya. Tawanan ini sudah tidak mau lagi memelihara hak saudaranya yang dia lahir dan dibesarkan bersamanya. Bagaimanakah dia akan dapat memelihara hak kita?
    Kemudian Kaisar Romawi memerintahakan untuk memenggal leher tawanan yang celaka tersebut. Setelah lehernya putus, kepalanya berputar mengelilingi alun-alun sambil membaca ayat al-Quran, az-Zumar 19:
    اَفَمَنْ حَقَّ عَلَيْهِ كَلِمَةُ الْعَذَابِ اَفَأَنْتَ تُنْقِذُ مَنْ فِى النَّارِ ؟
    Apakah kamu hendak mengubah nasib orang-orang yang telah pasti ketentuan adzab atasnya? Apakah kamu akan menyelamatkan orang-orang yang berada dalam api neraka?
    Kepala tawanan yang terkutuk tersebut berhenti di ujung alun-alun dan tidak berkumpul dengan kedua kepala temannya. Dia kembali menuju siksa Allah. Semoga Allah melindungi kita sekalian dari kesesatan.

Cabang iman 17-20, disebutkan dalam bait syair:
وَاطْلُبْ لِعِلْمٍ ثُمَّ لَقِّـنْهُ الْوَرَى * عَظِّمْ كَلاَمَ الرَّبِّ وَاطْهُر تُعْصَمُ
Carilah ilmu, ajarkan kepada manusia; agungkanlah kalam Tuhanmu dan bersucilah, pasti engkau terjaga dari bencana.

Mencari ilmu

Sabda Rasulullah saw riwayat dari Abdullah bin Mas'ud:
مَنْ تَعَلَّمَ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ يَنْتَفِعُ بِهِ فِى آخِرَتِهِ وَدُنْيَاهُ كَانَ خَيْرًا لَهُ مِنْ عُمْرِ الدُّنْيَا سَبْعَةَ آلاَفِ سَنَةٍ صِيَامَ نَهَارِهَا وَقِيَامَ لَيَالِيْهَا مَقْبُوْلاً غَيْرَ مَرْدُوْدٍ
Barang siapa yang mempelajari satu bab dari ilmu yang dia dapat memperoleh manfaat dunia akhirat, maka hal itu lebih baik baginya dari pada umur dunia 70.000 tahun yang dipergunakan puasa pada siang hari dan salat pada malam hari dalam keadaan diterima, tidak ditolak.
Dari Mu'adz bin Jabal katanya: Rasulullah saw bersabda:
تَعَلَّمُوْا الْعِلْمَ فَاِنَّ تَعَلُّمَهُ ِللهِ حَسَنَةٌ وَدِرَاسَتَهُ تَسْبِيْحٌ وَالْبَحْثَ عَنْهُ جِهَادٌ وَطَلَبَهُ عِبَادَةٌ وَتَعْلِيْمَهُ صَدَقَةٌ وَبَذْلَهُ ِلاَهْلِهِ قُرْبَةٌ وَالْفِكْرَ فِى الْعِلْمِ يَعْدِلُ الصِّيَامَ وَمُذَاكَرَتَهُ تَعْدِلُ الْقِيَامَ
Pelajarilah ilmu, sebab mempelajari ilmu karena Allah adalah kebaikan, mendaras ilmu sama dengan bertasbih, membahas ilmu sama dengan berjuang, mencari ilmu adalah ibadah, mengajarkan ilmu adalah sedekah, memberikan ilmu kepada yang memerlukan adalah pendekatan diri kepada Allah, memikirkan ilmu sebanding dengan pahala puasa dan memusyawarahkan ilmu sebanding pahala salat malam.
Rasulullah saw bersabda:
اُطْلُبِ الْعِلْمَ وَلَوْ كَانَ بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ بَحْرٌ مِنَ النَّارِ
Tuntutlah ilmu, meskipun di antara kamu dan ilmu terbentang lautan api.
Sabda Rasulullah saw:
اُطْلُبِ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلَى اللَّحْدِ
Tuntutlah ilmu sejak dari ayunan sampai ke liang lahat.
Mempelajari ilmu adalah wajib setiap saat dan keadaan. Sebagian dari para ulama salaf (ulama dahulu) berpendapat bahwa ilmu ada empat macam:
  1. Ilmu untuk membetulkan amalan agama.
  2. Ilmu kedokteran untuk menyehatkan badan.
  3. Ilmu falak untuk menentukan waktu salat.
  4. Ilmu nahwu untuk membetulkan bacaan.
Ilmu dapat dihasilkan dengan dua cara:
  • Usaha, yaitu ilmu yang dapat diperoleh dengan jalan belajar dan membaca secara terus menerus.
  • Mendengarkan, yaitu belajar dari para ulama dengan mendengarkan permasalahan agama dan dunia. Hal ini tidak dapat berhasil kecuali dengan mencintai para ulama, bergaul dengan mereka, menghadiri majlis-majlis taklim mereka dan meminta penjelasan dari mereka.
Orang yang menuntut ilmu wajib berniat dalam usaha menghasilkan ilmu tersebut:
  • mencari keridlaan Allah,
  • mencari kebahagiaan akhirat,
  • menghilangkan kebodohan dirinya dan semua orang yang bodoh,
  • menghidupkan agama,
  • mengabadikan agama dengan ilmu, dan
  • mensyukuri kenikmatan akal dan kesehatan badan
Ia tak boleh berniat agar manusia menghadap kepadanya, mencari kesenangan dunia dan kemuliaan di depan pejabat dsb.

Menyebarkan ilmu agama

Nabi Muhammad saw bersabda:
لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ مِنْكُمُ الْغَائِبَ
Hendaklah orang yang hadir di antara kamu sekalian menyampaikan kepada orang yang tidak hadir.
Wajib bagi seseorang yang mendengarkan untuk menyampaikan segala sesuatu yang didengarkan kepada orang yang tidak hadir. Hadits ini ditujukan kepada para sahabat dan orang-orang sesudah mereka sampai hari kiamat. Jadi wajib bagi seseorang yang memiliki (ahli) ilmu untuk bertabligh. Setiap orang yang mengetahui satu masalah adalah ahli ilmu dalam masalah tersebut. Setiap orang awam yang mengetahui syarat salat, wajib mengajarkan kepada orang lain. Jika ia tidak mau mengajarkan, maka ia bersekutu dalam dosa dengan orang yang belum mengetahuinya.
Pada setiap masjid dan tempat wajib ada seorang ahli agama yang mengajar kepada manusia dan memberikan pemahaman kepada mereka mengenai masalah-masalah agama. Demikian juga halnya di setiap desa. Setiap ahli agama setelah selesai melaksanakan fardlu 'ain, yaitu mengajar di daerahnya sendiri, melakukan fardlu kifayah, yaitu keluar ke daerah yang berdekatan dengan daerahnya, untuk mengajarkan agama dan kewajiban syariat kepada penduduk desa tersebut. Ahli agama tersebut wajib membawa bekal untuk dimakan sendiri, dan tidak boleh ikut makan makanan orang yang diajar.
Jika sudah ada salah seorang yang menunaikan kewajiban ini, maka gugurlah dosa dari para ahli ilmu yang lain. Jika tidak ada sama sekali orang yang menunaikan kewajiban ini, maka dosanya akan menimpa semua orang. Orang yang alim berdosa karena keteledorannya tidak mau pergi ke daerah tersebut; sedangkan orang yang bodoh berdosa karena keteledorannya dalam meninggalkan menuntut ilmu. Ini adalah pendapat Syeikh Ahmad as-Suhaimi yang dinukil oleh Imam al-Ghozali.
Ada 3 tanda bagi orang alim yang ingin mencari kebahagiaan akhirat:
  1. Ia tidak mencari kesenangan dunia dengan ilmunya.
  2. Kesibukannya dalam ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat, sehingga ia memperhatikan ilmu yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki batin dan hatinya.
  3. Ia menyandarkan ilmunya pada taklid (mengikuti) kepada Pemilik Syariat, Nabi Muhammad saw, dalam ucapan dan perbuatannya.
Tanda orang yang tidak mencari kesenangan dunia dengan ilmunya ada lima:
  1. Ucapannya tidak menyalahi perbuatannya, sehingga ia menjadi orang yang pertama kali melakukan perintah dan meninggalkan larangan.
  2. Ia memperhatikan ilmu menurut kadar kemampuannya, dan senang kepada ketaatan serta menjauhi ilmu yang memperbanyak perdebatan.
  3. Ia menjauhi kemewahan dalam makanan, tempat tinggal, perkakas rumah tangga dan pakaian.
  4. Ia menahan diri dari mempergauli para pejabat, kecuali untuk memberi nasihat kepadanya atau untuk menolak kedlaliman, atau untuk memberikan pertolongan dalam hal yang diridlai oleh Allah Ta'ala.
  5. Ia tidak cepat-cepat memberikan fatwa kepada orang yang bertanya, tetapi mengatakan: "Tanyakan kepada orang yang ahli memberi fatwa!", karena kehati-hatiannya. Ia mencegah diri dari berijtihad dalam sesuatu masalah, jika masalah tersebut tidak jelas bagi dirinya. Bahkan ia mengatakan: "Saya tidak tahu!" apabila ijtihad tersebut tidak mudah baginya.

Mengagungkan dan menghormati al-Quran

Mengagungkan dan menghormati Al-Quran harus dilakukan dengan jalan:
  • Membacanya dalam keadaan suci.
  • Tidak menyentuhnya kecuali dalam keadaan suci.
  • Bersikat gigi pada waktu ingin membacanya.
  • Duduk dengan lurus dan tidak boleh bertelekan pada waktu membaca al-Quran selain dalam salat.
  • Memakai pakaian yang bagus, karena orang yang membaca al-Quran pada hakekatnya beraudiensi dengan Tuhannya.
  • Menghadap kiblat pada waktu membaca al-Quran.
  • Berkumur setiap kali berdahak.
  • Berhenti membaca al-Quran pada waktu menguap (angop = Jw).
  • Membaca al-Quran dengan serius (bersungguh-sungguh) dan tartil.
  • Membaca setiap huruf dengan benar.
  • Tidak meninggalkan al-Quran dalam keadaan terbuka pada waktu meletakkannya.
  • Tidak meletakkan sesuatu di atas al-Quran, sehingga mushaf al-Quran selamanya berada di atas segalanya.
  • Meletakkan mushaf Al-Quran di pangkuannya atau di atas sesuatu di mukanya dan jangan meletakkannya di atas lantai ketika membacanya.
  • Tidak menghapus tulisan al-Quran dengan ludah, tetapi harus dengan air.
  • Tidak mempergunakan mushaf yang telah rusak dan kertasnya telah rapuh, agar mushaf tetap utuh dan tidak menyia-nyiakannya.
  • Tidak membaca al-Quran di pasar, tempat keramaian, dan tempat pertemuan orang-orang bodoh.
  • Tidak membuang basuhan tulisan al-Quran untuk berobat di tempat sampah, tempat najis, atau tempat yang diinjak-injak, tetapi harus dibuang di tempat yang tidak diinjak oleh orang, atau menggali lubang di tempat yang suci dan menyiram badannya di lubang tersebut, lalu lubang tersebut ditutup kembali, atau menyiram badannya di sungai yang besar, sehingga airnya mengalir bercampur dengan air sungai.
  • Menyebut nama Allah (membaca basmalah) pada waktu menulis al-Quran atau meminum tulisan al-Quran dan mengagungkan niat dalam hal tersebut, karena Allah akan memberinya menurut kadar niatnya.

Bersuci

Dalam al-Quran surat al-Maidah ayat 6 Allah swt berfirman:
يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُؤُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْا وَاِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى اَوْ عَلَى سَفَرٍ اَوْ جَاءَ اَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ اَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَآءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيْدُ اللّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلكِنْ يُرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan mata kaki. Jika kamu junub, mandilah. Jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (WC) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia ingin membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
Rasulullah saw bersabda:
اَلطُّهُوْرُ شَطْرُ الإِيْمَانِ
Bersuci itu separuh dari iman.
Menurut Syeikh Suhaimi hadits ini berarti bahwa berwudlu lahir batin dilihat dari pahalanya adalah separoh dari iman. Syeikh Hatim al-Asham berkata kepada 'Ashim bin Yusuf: "Apabila waktu salat telah datang, berwudlulah engkau dengan dua wudlu, yaitu wudlu lahir dan batin!" 'Ashim bin Yusuf berkata: "Bagaimana wudlu tersebut?" Syeikh Hatim al-Asham berkata: "Wudlu lahir sudah engkau ketahui. Sedangkan wudlu batin ialah dengan bertaubat, menyesali perbuatan dosa, meninggalkan perasaan dendam, menipu, keragu-raguan, kesombongan, dan meninggalkan kesenangan kepada penampilan dunia, pujian manusia, dan politik praktis.
Sahabat 'Umar bin Khattab berkata: "Wudlu yang bagus dapat menolak kejahatan syaithan dari Anda".

Cabang iman 21-26 disebutkan dalam bait syair:
صَلِّ الصَّلاَةَ وَزَكِّ مَالَكَ ثُمَّ صُمْ * وَاعْكُفْ وَحُجَّ وَجَاهِدَنَّ فَتُكْرَمُ
Salatlah engkau, zakatilah hartamu, kemudian puasalah; dan lakukan i'tikaf, haji, dan berjuang dengan sungguh-sungguh, maka engkau akan dimuliakan".

Menunaikan salat fardlu pada waktunya dengan sempurna

Rasulullah saw bersabda:
عَلَمُ الإِيْمَانِ الصَّلاَةُ فَمَنْ فَرَغَ لَهَا قَلْبُهُ وَحَافَظَ عَلَيْهَا بِحُدُوْدِهَا فَهُوَ مُؤْمِنٌ
Bendera iman adalah salat. Barang siapa yang mengosongkan hatinya untuk salat dan menjaga salat dengan ketentuan-ketentuannya, maka ia adalah orang mukmin.
Rasulullah saw pernah ditanya tentang tanda dari orang mukmin dan orang munafik, beliau menjawab: "Orang mukmin itu cita-citanya mengenai salat, puasa, dan ibadah. Sedangkan orang munafik itu cita-citanya adalah mengenai makanan dan minuman seperti binatang.

Memberikan zakat kepada yang berhak dengan niat khusus

Orang yang mengeluarkan zakat hendaknya berniat dengan hatinya untuk menunaikan zakat wajib. Ia tidak wajib menyatakan jenis harta yang dizakati. Apabila seseorang telah memiliki harta satu nisab berupa emas, perak, ternak, bebijian, bebuahan (kurma dan anggur), maka wajib baginya memberikan zakatnya kepada delapan macam golongan yang berhak menerima zakat, atau orang-orang yang ada dari kedelapan macam golongan tersebut seperti: orang fakir, orang miskin, musafir yang memerlukan biaya perjalanan dan orang yang dibebani hutang.
Rasulullah saw bersabda:
مَا خَالَطَتِ الزَّكَاةُ مَالاً قَطُّ اِلاَّ اَهْلَكَتْهُ
Tiadalah sama sekali zakat itu menyampuri sesuatu harta, kecuali merusaknya.

Puasa Ramadlan

Orang yang berpuasa pada bulan Ramadlan dengan niat pada malam hari untuk mentaati Allah hendaknya meninggalkan seluruh perbuatan yang membatalkan puasa. Puasa itu dilakukan mulai dari terbit fajar sampai matahari terbenam, dalam keadaan tidak haidl, tidak nifas, tidak sedang dalam keadaan melahirkan anak, tidak pingsan, dan tidak mabuk pada sebagian hari.
Syeikh Suhaimi dalam kitab Lubab at-Thalibinmenjelaskan bahwa yang membatalkan puasa adalah seperti makan, minum, bersetubuh, dan merokok. Apabila seseorang yang berpuasa makan atau minum karena benar-benar lupa, maka puasanya sah; karena sesungguhnya dia diberi makan dan minum oleh Allah swt

I'tikaf

I'tikaf artinya diam dalam masjid dengan niat i'tikaf, disunnatkan setiap waktu, meskipun dalam waktu yang makruh untuk melakukan salat. I'tikaf diharamkan bagi wanita kecuali dengan izin suaminya, dan haram bagi budak belian kecuali dengan izin majikannya, meskipun i'tikaf dari wanita dan budak belian tersebut sah hukumnya. Suami berhak untuk menyuruh keluar isterinya dari masjid; demikian pula majikan berhak menyuruh keluar budaknya dari masjid.
Unsur i'tikaf ada empat, yaitu:
  1. Berniat yang dibarengi dengan diam di dalam masjid. Niat yang dibaca sambil berjalan pada waktu sedang masuk ke dalam tidaklah cukup, dan wajib berniat fardlu atau nadzar pada i'tikaf yang dinadzarkan.
  2. Masjid yang dipergunakan i'tikaf haruslah masjid yang murni, artinya tidak sah beri'tikaf di tempat yang namanya masyhur sebagai masjid padahal sebenarnya tempat tersebut bukan masjid. Berbeda halnya dengan salat tahiyyatal masjid, maka boleh di tempat seperti ini.
  3. Berdiam sebentar sekedar yang dapat disebut tinggal di masjid, meskipun tidak dalam keadaan tenang, yaitu dalam waktu yang lebih lama dari pada waktu tumakninah dalam salat. I'tikaf boleh dilakukan dengan mondar-mandir atau lewat tanpa berhenti, asal niatnya dibaca dalam keadaan diam. Jika seseorang bernadzar i'tikaf secara mutlak, maka cukup dilakukan sebentar yang melebihi waktu tumakninah dari ruku' atau lainnya.
  4. Orang yang melakukan i'tikaf. Bagi orang yang melakukan i'tikaf harus beragama Islam, berakal, dan suci dari hadats besar. Bila di tengah-tengah i'tikaf jatuh pingsan atau gila, maka i'tikafnya tidak batal. Sedangkan waktu selama pingsan atau gila tersebut dihitung i'tikaf. I'tikaf terputus karena sengaja murtad atau sengaja mabuk yang berturut-turut.

Haji

Haji adalah menuju Baitullah untuk melakukan ibadah haji atau umrah jika mampu, yaitu mendapatkan bekal dan kendaraan. Perbuatan yang wajib dilakukan ketika berhaji adalah:
  1. Wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzul Hijjah atau malam tanggal 10 Dzul Hijjah.
  2. Thawaf bagi orang yang suci, yaitu mengelilingi Ka'bah tujuh kali dalam keadaan yakin telah masuk waktunya, sesudah tengah malam tanggal 10 Dzul Hijjah, dan tidak ada batas akhir waktu thawaf.
  3. Sa'i antara Shofa dan Marwah.

Jihad

Jihad adalah berjuang melawan serangan orang-orang kafir untuk membela agama Islam. Pada zaman permulaan Islam jihad merupakan amal yang paling utama. Rasulullah saw bersabda:
رَأْسُ الاَمْرِ اَلإِسْلاَمُ وَعَمُوْدُهُ اَلصَّلاَةُ وَذَرْوَةُ سَنَامِهِ اَلْجِهَادُ
Pokok dari perkara adalah Islam, tiangnya adalah salat, dan puncak ketinggiannya adalah berjuang.
Pengertian dari hadits ini menurut Syeikh Suhaimi adalah bahwa asal dari kepentingan agama adalah mengucapkan dua kalimah syahadat dengan meyakini kebenaran makna yang terkandung di dalamnya. Amal ibadah apapun tidak sah kecuali dengan Islam. Sesuatu yang dapat meninggikan agama adalah salat lima waktu. Sedangkan sesuatu yang paling tinggi nilainya dalam agama Islam adalah mengerahkan kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir guna menegakkan agama Islam. Jihad dalam hadits ini juga dapat diartikan berjuang melawan nafsu dengan jalan mengekangnya dari semua keinginannya dan mencegahnya dari membiarkan nafsu dalam berbagai kelezatan; dan mengharuskan nafsu untuk melakukan segala perintah dan menjauhi semua larangan. Inilah jihad yang paling besar dan lebih utama dari pada berperang melawan serangan orang kafir.

Cabang iman 27-29, disebutkan dalam bait syair:
رَابِطْ تَثَبَّتْ اَدِّ خُمْسَ مَغَـانِمٍ * حَتَّى يُفَرِّقَهُ الإِمَامُ الْحَــاكِمُ
Pertahankan garis demarkasi, jangan mundur dari medan pertempuran, dan berikan seperlima dari hasil rampasan perang; agar kepala negara yang memutuskan perkara membaginya.

Murabathah

Arti murabathah adalah mempertahankan garis demarkasi, yaitu tetap bertahan di wilayah yang menjadi batas antara wilayah yang dikuasai oleh orang muslim dengan wilayah yang dikuasai orang kafir yang memusuhi Islam, meskipun mereka telah menjadikan tempat tersebut sebagai tempat pemukiman.
Rasulullah saw bersabda:
رِبَاطُ يَوْمٍ فِى سَبِيْلِ اللهِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا
Mempertahankan garis demarkasi satu hari dalam membela agama Allah adalah lebih baik nilainya dari pada dunia seisinya.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ مَاتَ مُرَابِطًا فِى سَبِيْلِ اللهِ اَمِنَ مِنَ الْفَزَعِ الاَكْبَرِ
Barangsiapa yang mati sedang mempertahankan garis demarkasi dalam membela agama Allah, niscaya dia aman dari terkejut yang paling besar (yaitu diperintah masuk ke dalam neraka).

Tetap berperang dan tidak lari dari medan pertempuran

Allah swt telah berfirman dalam surat al-Anfal ayat 46:
يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اِذَا لَقِيْتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوْا وَاذْكُرُوْا اللهَ كَثِيْرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan musuh, maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.
Jika kamu memerangi pasukan kafir, maka tetaplah kamu bertahan dan janganlah kamu terpukul mundur dan lari. Sebutlah nama Allah dan agungkanlah Dia dalam keadaan berperang, agar kamu mendapat keuntungan dengan tercapai maksudmu dalam memperoleh pertolongan dan pahala dari Allah.

Memberikan seperlima dari rampasan perang

Seperlima dari harta rampasan perang harus diserahkan kepada kepala negara atau wakilnya untuk dibagi. Kepala negara wajib mendahulukan pemberian bagian rampasan perang kepada orang muslim yang membunuh musuh dan merampas hartanya, kemudian sisanya dibagi lima. Empat perlima dibagikan kepada orang-orang yang ikut hadir dalam medan pertempuran, meskipun tidak ikut menyerang musuh dan kepada pasukan militer, meskipun tidak ikut berangkat ke medan pertempuran. Untuk pasukan yang berjalan kaki satu bagian dan untuk penunggang kuda (milik sendiri) dua bagian. Sisanya yang seperlima, dibagi lagi menjadi lima. Seperlima dipergunakan untuk kemaslahatan umum kaum muslimin, seperti menutup lubang-lubang dan memperbaiki benteng-benteng; untuk memberi honorarium para qadli, orang alim, imam masjid dan muadzin. Seperlima dibagikan kepada kerabat Nabi saw, yaitu anak turun bani Hasyim dan bani Muthallib: untuk laki-laki mendapat dua kali lipat dari bagian wanita. Seperlima untuk anak-anak yatim. Seperlima untuk para fakir miskin, dan seperlima untuk musafir yang kehabisan bekal.

Cabang iman 30-35 disebutkan dalam bait syair:
وَاعْتِقْ وَكَفِّرْ اَوْفِ بِالْوَعْدِ اشْكُرَنْ * وَاحْفَظْ لِسَانَكَ ثُمَّ فَرْجَكَ تَغْنَمُ
Merdekakanlah budak, bayarlah kafarat, penuhi janji, bersyukurlah dengan sungguh-sungguh; jaga lidah dan kemaluanmu, niscaya engkau beruntung.

Memerdekakan budak yang mukmin

Budak di sini adalah yang dimiliki karena keturunan dari budak yang dimiliki sebelumnya, atau ikut terbeli karena membeli rumah termasuk budak yang memeliharanya, atau budak yang diwariskan oleh keluarga yang meninggal dunia. Nabi saw bersabda:
مَنْ اَعْتَقَ رَقَبَةً مُسْلِمَةً سَلِيْمَةً اَعْتَقَ اللهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهَا عُضْوًا مِنْهُ مِنَ النَّارِ حَتَّى فَرْجِهِ بِفَرْجِهِ . رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Barangsiapa yang memerdekakan budak muslim lagi tidak cacat, niscaya Allah akan memerdekakan setiap satu anggauta badan dari budak tersebut dengan satu anggauta badan dirinya dari api neraka, hingga kemaluan dengan kemaluannya. H.R. Muslim.

Membayar kafarat

Jenis kafarat atau denda ada empat, yaitu:
  1. kafarat dhihar
  2. kafarat pembunuhan
  3. kafarat karena bersetubuh dengan isteri pada siang hari bulan Ramadlan secara sengaja, dan
  4. kafarat sumpah
Tiga bentuk kafarat pertama adalah:
  1. Memerdekakan budak beriman tanpa cacat yang dapat mengganggu bekerja; jika tidak mampu maka:
  2. Berpuasa selama dua bulan berturut-turut dan tidak boleh terputus, meskipun ada halangan atau udzur, kecuali sebab haidl; jika tidak mampu maka:
  3. Memberi makan 60 (enam puluh) orang miskin, setiap orang sebanyak satu kati dari bahan makanan pokok daerah tempat melakukan pelanggaran. Kecuali kafarat pembunuhan, tidak boleh diganti dengan pemberian makanan kepada 60 orang miskin.

Untuk kafarat sumpah harus dilakukan dengan memberi makanan kepada 10 (sepuluh) orang miskin, setiap orang sebanyak satu kati dari bahan makanan pokok daerah tempat melakukan pelanggaran, atau memberi pakaian kepada 10 (sepuluh) orang miskin, atau memerdekakan budak yang beriman. Jika tidak mampu, harus berpuasa selama 3 hari, meskipun terpisah-pisah.

Memenuhi janji

Dalam surat al-Isra ayat 34 Allah swt berfirman:
... وَاَوْفُوْا بِالْعَهْدِ اِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُوْلاً
... dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.
Rasulullah saw bersabda:
اَلْعِدَةُ عَطِيَّةٌ
Janji adalah pemberian.
dan
اَلْعِدَةُ دَيْنٌ
Janji adalah hutang.
Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda:
ثَلاَثٌ فِى الْمُنَافِقِ : اِذَا حَدَثَ كَذَبَ وَاِذَا وَعَدَ اَخْلَفَ وَاِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Tiga perkara yang ada pada orang munafik: Jika berbicara berdusta, jika berjanji menyalahi, dan jika diamanati khianat.
Jika tiga hal tersebut terdapat pada diri seseorang muslim, maka keadaannya adalah menyerupai keadaan orang munafik, sebagaimana keterangan Syeikh al-'Aziziy.

Bersyukur

Dalam surat al-Baqarah ayat 152 Allah swt berfirman:
... وَاشْكُرُوْا لِى وَلاَ تَكْفُرُوْنَ
... dan bersyukurlah kepada-Ku, jangan kau ingkari nikmat-Ku.
Dalam surat an-Nisa ayat 147 Allah swt berfirman:
مَا يَفْعَلُ اللهُ بِعَذَابِكُمْ اِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكَانَ اللّهُ شَاكِرًا عَلِيْمًا
Mengapa Allah akan menyiksamu jika kamu bersyukur dan beriman? Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.

Rasulullah saw bersabda:
اَرْبَعُ خِصَالٍ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَمُلَ اِسْلاَمُهُ وَلَوْكَانَ لَهُ مِنْ قَرْنِهِ اِلَى قَدَمِهِ خَطَايَا اَلصِّدْقُ وَالشُّكْرُ وَالْحَيَاءُ وَحُسْنُ الْخُلُقِ
Ada empat hal, Barangsiapa yang pada dirinya terdapat hal tersebut niscaya sempurna keislamannya, meskipun dari ujung rambut sampai kakinya terdapat kesalahan. Empat hal tersebut adalah: kejujuran, syukur, malu berbuat maksiat, dan budi pekerti yang baik.
Syukur mengandung tiga unsur, yaitu:
  1. Ilmu
    Yaitu mengetahui bahwa bahwa semua kenikmatan yang diterima pada hakekatnya adalah dari Allah swt Sedangkan semua orang yang menjadi sebab dari kenikmatan tersebut pada hakekatnya hanyalah sebagai perantara semata-mata yang dipaksa oleh kehendak dan kekuasaan Sang Pemberi nikmat, Allah swt Namun Allah swt mengajarkan kepada kita agar kita pandai berterima kasih kepada orang-orang yang menjadi perantara dari kenikmatan Allah swt tersebut, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:
    لاَ يَشْكُرُ اللهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ مَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللهَ رواه أبو داود
    Yang tidak termasuk bersyukur kepada Allah adalah orang yang tidak bersyukur kepada manusia. Barangsiapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka dia tidak bersyukur kepada Allah.
  2. Hal atau keadaan
    Yaitu kegembiraan karena nikmat datang:
    • Gembira karena melihat wujud dari kenikmatan yang datang.
    • Gembira karena melihat manfaat dari kenikmatan yang datang.
    • Gembira karena memandang kepada pemberian nikmat dari Sang Pemberi nikmat.
      Kegembiraan hati yang termasuk unsur syukur adalah yang terakhir.
  3. Amal
    Yaitu penggunaan kenikmatan yang telah diterima:
    • untuk maksiat.
    • untuk menuruti keinginan nafsu yang bukan maksiat.
    • sesuai dengan keinginan dan tujuan Sang Pemberi nikmat, Allah swt
      Amal yang termasuk unsur syukur adalah yang terakhir.
Menurut Syeikh Syubuli, syukur adalah memandang kepada Sang Pemberi nikmat dan tidak memandang kepada kenikmatan. Sebagian ulama berpendapat bahwa kesyukuran orang awam adalah terhadap kebutuhan dasar yaitu makanan, minuman, dan pakaian. Sedangkan kesyukuran orang khusus adalah terhadap hal-hal yang datang pada hati (jiwa).

Menjaga lidah dari omongan yang tidak pantas

Dalam surat Qaf ayat 18 Allah swt berfirman:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ
Tiada suatu kata yang diucapkan, kecuali di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.
Rasulullah saw bersabda:
قَيِّمُ الدِّيْنِ اَلصَّلاَةُ وَسَنَامُ الْعَمَلِ اَلْجِهَادُ وَاَفْضَلُ اَخْلاَقِ الإِسْلاَمِ اَلصَّمْتُ حَتَّى يُسَلِّمَ النَّاسُ
Tegaknya agama adalah dengan salat; puncak amal adalah berjuang; dan akhlak Islam yang paling utama adalah diam, sehingga orang memberi salam.
Sahabat Abu Hurairah ra meriwayatkan hadits Rasulullah saw:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا اَوْ لِيَصْمُتْ
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah dia berkata baik atau diam.
Menurut Imam asy-Syafii, jika seseorang ingin berbicara, ia harus memikirkan hal yang akan diucapkan. Jika nampak kemaslahatannya, ia boleh berbicara, dan jika ragu hendaknya tak usah bicara sehingga jelas kemaslahatannya. Sebagian orang bijak berkata: "Barangsiapa yang berbicara selain dalam kebaikan, maka ia telah berbuat sia-sia. Barangsiapa yang melihat sesuatu tanpa mengambil pelajaran dari yang dilihatnya, maka ia benar-benar telah lupa. Barangsiapa yang diam tanpa berfikir, maka ia benar-benar telah berbuat percuma." Kata orang bijak: "Apabila pembicaraan membuatmu heran, diamlah. Dan apabila diam telah membuatmu heran, maka berbicaralah!"

Menjaga kemaluan dari hal yang dilarang oleh Allah

Maksudnya adalah menjaga kemaluan dari zina, liwath(homo seksual), musahaqah (lesbian) dan mufakhadzah.Liwath adalah memasukkan kemaluan lelaki ke dalam dubur pria. Musahaqah adalah perbuatan yang dilakukan orang perempuan dengan perempuan lain dengan farjinya. Mufakhadzah adalah perbuatan yang dilakukan seorang lelaki dengan dzakarnya pada lelaki lain di pahanya.
Dalam surat al-Isra ayat 32 Allah swt berfirman:
وَلاَ تَقْرَبُوْا الزِّنَى اِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَآءَ سَبِيْلاً
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.
Dalam surat asy-Syu'ara ayat 165 Allah swt berfirman:
اَتَأْتُوْنَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعَالَمِيْنَ
Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki dari manusia?
Dalam surat al-A'raf ayat 81 Allah swt berfirman:
اِنَّكُمْ لَتَأْتُوْنَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُوْنِ النِّسَآءِ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُوْنَ
Sesungguhnya kamu sekalian mendatangi para lelaki untuk memuaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kamu sekalian adalah kaum yang melampaui batas.
Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ اللهَ لاَ يَسْتَحْيِىْ مِنَ الْحَقِّ لاَ تَأْتُوْنَ النِّسَآءَ فِى أَدْبَارِهِنَّ
Sungguh Allah tidak memerintahkan bersikap malu dalam menerangkan kebenaran. Janganlah kamu sekalian mendatangi para wanita pada dubur mereka.

Cabang iman 36-39 disebutkan dalam bait syair:
اَدِّ اْلاَمَانَةَ لاَ تُقَـاتِلْ مُسْــلِمًا * وَاحْذَرْ طَعَامًا ثُمَّ مَالَكَ تَحْرُمُ
Tunaikanlah amanat, janganlah kamu membunuh orang muslim, jagalah makanan, jaga hartamu dari yang haram, niscaya kamu menjadi terhormat.

Menunaikan amanat kepada yang berhak

Dalam surat an-Nisa ayat 58 Allah swt berfirman:
اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوْا اْلاَمَانَاتِ اِلَى اَهْلِهَا ... الآية
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu sekalian agar menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya ...
Rasulullah saw bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ اَوْ وَاحِدَةٌ مِنْهُنَّ فَلْيَتَزَوَّجْ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ مَا شَآءَ رَجُلٌ اُؤْتُمِنَ عَلَى اَمَانَةٍ فَاَدَّاهَا مَخَافَةَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَرَجُلٌ خَلَّى عَنْ قَاتِلِهِ وَرَجُلٌ قَرَأَ فِى دُبُرِكُلِّ صَلاَةٍ قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ اِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً. رَوَاهُ ابْنُ عَسَاكِرَ
Ada tiga hal yang bila ketiganya atau salah satu terdapat pada diri seseorang, dipersilakan mengawini bidadari yang ia inginkan. Tiga hal tersebut adalah:
  1. orang yang diamanati sesuatu dan menunaikannya karena takut kepada siksa Allah Yang Maha Menang lagi Maha Agung,
  2. /orang yang memaafkan kesalahan orang yang membunuhnya (sebelum ia mati), dan /
  3. orang yang membaca surat al-Ikhlas 11 kali setiap selesai salat.
    H.R. Ibnu Asakir.

Tidak membunuh orang muslim

Dalam surat an-Nisa ayat 93 Allah swt berfirman:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَاَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيْمًا
Barangsiapa yang membunuh seseorang muslim dengan sengaja, maka balasannya adalah Jahannam, ia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya dan mengutuknya serta menyiapkan azab yang besar baginya.
Dalam surat al-An'am ayat 151 Allah swt berfirman:
... وَلاَ تَقْتُلُوْا النَّفْسَ الَّتِى حَرَّمَ اللهُ اِلاَّ بِالْحَقِّ ...
... dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk membunuhnya, kecuali ada sebab yang benar ...
Rasulullah saw bersabda:
اَعْظَمُ الْكَبَائِرِ عِنْدَ اللهِ قَتْلُ النَّفْسِ فَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِسِكِّيْنٍ لاَ تَزَالُ الْمَلاَئِكَةُ تَطْعَنُهُ بِتِلْكَ السِّكِّيْنِ فِى اَوْدِيَةِ جَهَنَّمَ ؛ وَاِنْ اَلْقَى نَفْسَهُ مِنْ مَكَانٍ حَتَّى يَمُوْتَ لاَ تَزَالُ الْمَلاَئِكَةٌ تُلْقِيْهِ مِنْ شَاهِقٍ اِلَى وَادٍ فِى النَّارِ: وَاِنْ عَلَّقَ نَفْسَهُ بِحَبْلٍ فَمَاتَ لاَ يَبْرَحُ مُعَلَّقًا فِى جُذُوْعٍ مِنَ النَّار؛ وَاِنْ قَتَلَ غَيْرَهُ بِغَيْرِ حَقٍّ لاََتزَالُ الْمَلاَئِكَةُ تَذْبَحُهُ بِسِكِّيْنٍ مِنْ نَارٍ ؛ وَهكَذَا فَالْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ
Dosa yang paling besar menurut Allah adalah membunuh jiwa. Barangsiapa bunuh diri dengan pisau, maka para malaikat selalu menikamnya dengan pisau tersebut di jurang Jahannam. Barangsiapa yang menjatuhkan dirinya dari suatu tempat hingga mati, maka para malaikat akan selalu menjatuhkan dia dari puncak sampai ke jurang dalam neraka. Barangsiapa yang menggantung diri dengan tali hingga mati, maka ia akan selalu digantung di tonggak dari api. Dan Barangsiapa yang membunuh orang lain tanpa alasan yang benar, maka para malaikat akan selalu menyembelihnya dengan pisau dari api. Demikian seterusnya, balasan itu adalah dari jenis perbuatan.

Menjaga diri dari makanan dan minuman haram

Sabda Rasulullah saw riwayat Abu Bakar as-Siddiq ra:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ جَسَدٌ غُذِيَ بِحَرَامٍ رواه أبو يعلى وغيره
Jasad yang diberi makan dengan makanan yang haram tidak dapat masuk surga. H.R. Abu Ya'la dan lainnya.
Peringatan dari wasiat Syeikh al-Kamil Ibrahim al-Matbuliy:
  1. Seseorang yang makan di rumah temannya, setelah selesai makan seyogyanya membaca doa seperti yang diamalkan oleh Syeikh Afdlaluddin al-Azhari sebagai berikut:
    اَللّهُمَّ اِنْ كَانَ هذَا الطَّعَامُ حَلاَلاً فَوَسِّعْ عَلَى صَاحِبِهِ وَاجْزِهِ خَيْرًا ، وَاِنْ كَانَ حَرَامًا اَوْ شُبْهَةً فَاغْفِرْ لِى وَلَهُ وَأَرْضِ عَنِّى أَصْحَابَ التِّبْعَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِرَحْمَتِكَ يَآ اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
    Ya Allah, jika makanan ini halal, lapangkanlah rizki pemilik makanan dan balaslah ia dengan yang lebih baik. Dan jika makanan ini haram atau syubhat, ampunilah aku dan dia serta relakanlah aku mengikuti orang-orang yang mengikuti agama-Mu pada hari kiamat dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Penyayang.
  2. Orang yang diundang makan dan ragu akan kehalalannya, seyogyanya membaca doa yang diamalkan oleh Syeikh asy-Sya'rani sebagai berikut:
    اَللّهُمَّ احْمِنِى مِنَ اْلاَكْلِ مِنْ هذَا الطَّعَامِ الَّذِى دُعِيْتُ اِلَيْهِ، فَاِنْ لَمْ تَحْمِنِى مِنْهُ فَلاَ تَدَعْهُ يُقِيْمُ فِى بَطْنِى وَاِنْ جَعَلْتَهُ يُقِيْمُ فِى بَطْنِى فَاحْمِنِى مِنَ الْوُقُوْعِ فِى الْمَعَاصِى الَّتِى تَنْشَأُ مِنْهُ عَادَةً، فَاِنْ لَمْ تَحْمِنِى مِنَ الْوُقُوْعِ فِى الْمَعَاصِى فَاقْبَلْ اسْتِغْفَارِى وَأَرْضِ عَنِّى أَصْحَابَ التِّبْعَاتِ ، فَاِنْ لَمْ تَقْبَلِ اسْتِغْفَارِى وَلَمْ تُرْضِهِمْ عَنِّى فَصَبِّرْنِى عَلَى الْعَذَابِ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
    Ya Allah, lindungilah aku dari memakan makanan ini yang aku diundang untuknya. Jika Engkau tidak mau melindungi aku dari memakannya, janganlah Engkau tinggalkan makanan ini berdiam di perutku. Jika Engkau menjadikan makanan ini berdiam di perutku, lindungilah aku dari terjatuh dalam kemaksiatan yang biasanya timbul dari makanan ini. Jika Engkau tidak melindungi aku dari terjatuh dalam kemaksiatan, terimalah permintaan ampunku dan relakan aku termasuk orang-orang yang mengikuti perintah-Mu. Dan jika Engkau tidak mau menerima permintaan ampunku dan tidak merelakan aku termasuk orang-orang yang mengikuti perintah-Mu, sabarkanlah aku terhadap siksa neraka, wahai Dzat Yang Maha Penyayang.

Menjaga diri dari harta yang haram

Orang yang beriman wajib menjaga dirinya dari harta yang haram, seperti riba dan yang semacamnya. Oleh karena itu seseorang wajib mencari pekerjaan yang halal, seperti bertani, berdagang, dan industri. Sebagian dari orang ahli makrifat berkata: Orang yang tidak bekerja disebabkan oleh tiga alasan: malas, sibuk bertakwa, atau takut celaan dan congkak:
  1. Orang yang tidak bekerja karena malas pasti menjadi pengemis.
  2. Orang yang tidak bekerja karena sibuk dengan ketakwaan pasti akan tamak terhadap milik orang lain, dan akan makan dari hasil menjual agamanya yang makanan tersebut hukumnya haram.
  3. Orang yang tidak bekerja karena takut gengsinya jatuh dan karena congkak pasti akan mencuri.
Sebagian dari ahli makrifat berkata: "Barangsiapa yang bekerja untuk menjaga mukanya dari meminta-minta, maka pada hari kiamat mukanya bagaikan bulan purnama; ia tidak diungkit-ungkit oleh orang-orang yang bebannya lebih berat dari pada gunung". Sebagian ulama berkata: "Mencari pekerjaan adalah wajib seperti kewajiban mencari ilmu. Alasan mencari pekerjaan ada empat:
  • Fardlu, yaitu mencari pekerjaan untuk mencukupi keperluan minimal bagi diri, keluarga, dan agamanya.
  • Sunnat, yaitu mencari kelebihan dari kadar kecukupan agar dapat membantu orang yang fakir atau membantu famili dan kerabat. Ini adalah lebih utama dari pada ibadah sunnat.
  • Mubah, yaitu mencari tambahan dari kadar kecukupan untuk bernikmat-nikmat dan memperindah tempat tinggal dan pakaian.
  • Haram, yaitu mencari tambahan dari kecukupan yang dapat dipergunakan untuk menyombongkan diri."
Demikianlah keterangan dari kitab Tuhfatul Muluk.

Cabang iman 40-42 disebutkan dalam bait syair:
وَالزِّيَّ مَعْ ظَرْفٍ وَلَهْوًا قَدْ نُهِيْ * اَنْفِقْ بِمَعْرُوْفٍ وَإِلاَّ تَأْثَـمُ
Hindarilah perhiasan, bejana, dan permainan yang dilarang. Belanjakan hartamu dengan baik. Jika tidak, engkau berdosa.

Menghindari pakaian, perhiasan, dan bejana yang diharamkan

Orang laki-laki dan orang banci yang sudah baligh diharamkan memakai pakaian sutera dan pakaian yang bahannya dicampur dengan sutera lebih dari 50%, serta pakaian yang ditenun seluruhnya atau sebagiannya dengan benang emas atau perak. Juga haram memakai campuran salah satu dari emas atau perak, jika campuran tersebut dihasilkan dengan jalan memanaskannya pada api, kecuali jika emas dan perak tersebut dapat bertagar (berkarat).
Orang laki-laki dan orang banci meskipun masih kecil haram mempergunakan bejana yang terbuat dari emas atau perak. Wali anak kecil haram jika membiarkan anaknya memakai bejana tersebut. Juga haram mengumpulkan berbagai bejana yang terbuat dari emas dan perak murni atau campuran, besar atau kecil untuk dibuat pajangan. Pemakaian oles celak, tempat celak, jarum, tusuk gigi, bingkai kaca, sendok, sisir, tempat pembakaran dupa dan lainnya yang terbuat dari emas dan perak juga haram. Nabi Muhammad saw bersabda:
مَنْ لَبِسَ الْحَرِيْرَ مِنَ الرِّجَالِ فِى الدُّنْيَا اَلْبَسَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِنَ النَّارِ
Barangsiapa orang-orang lelaki yang memakai pakaian dari sutera di dunia, maka pada hari kiamat Allah akan mengenakan pakaian dari api neraka kepadanya.
Pengertian hadits di atas ialah bahwa orang laki-laki yang memakai pakaian sutera di dunia ini dengan sengaja lagi mengetahui bahwa pakaian tersebut adalah sutera dan dia memakainya tidak dalam keadaan darurat, niscaya pada hari kiamat nanti Allah swt akan mengenakan pakaian dari api neraka kepadanya, sebagai balasan dari perbuatannya. Rasulullah saw bersabda:
مَنْ لَبِسَ الْحَرِيْرَ فِى الدُّنْيَا لَمْ يَلْبَسْهُ فِى اْلآخِرَةِ
Barangsiapa memakai sutera di dunia, niscaya ia tidak akan memakainya di akhirat.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ اَعْرَضَ اللهُ عَنْهُ حَتَّى يَضَعَهُ مَتَى يَضَعُهُ
Barangsiapa memakai pakaian kemasyhuran, niscaya Allah akan berpaling darinya hingga ia melepaskannya pada waktu ia melepas kannya.
Maksud hadits di atas ialah bahwa orang yang memakai pakaian kesombongan dan kecongkakan tidak akan dipandang oleh Allah dengan pandangan kasih sayang, hingga Allah membuat semua mata dan hati manusia memandang hina terhadapnya.
Rasulullah saw bersabda:
لاَ تَأْكُلُوْا فِى آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلاَ تَشْرَبُوْا فِى صَحَافِهَا
Janganlah kamu sekalian makan pada tempat yang terbuat dari emas dan perak dan jangan kamu sekalian minum minuman yang berada pada tempat yang terbuat dari emas dan perak.
Diriwayatkan bahwa seorang alim, Syeikh Hasan al-Bashri, dan seorang ahli ibadah, Syeikh Farqad, berada dalam satu jamuan walimah yang menyediakan kurma dalam tempat terbuat dari emas dan perak. Syeikh Hasan duduk menghadapi makanan tersebut, sedangkan Syeikh Farqad mengucilkan diri. Syeikh Hasan mengambil kurma dari tempatnya dan menuangkannya habis di atas roti, lalu beliau makan roti dan kurma tersebut sambil menoleh kepada Syeikh Farqad dan berkata: "Wahai Farqad yang tidak alim, tidakkah engkau berbuat seperti ini?". Syeikh Hasan berpendapat bahwa mengosongkan isi piring yang terbuat dari emas dan perak tersebut bukanlah berarti memakainya, bahkan menghilangkan kemungkaran yang diperbuat oleh pemilik rumah. Karena kedalaman ilmu agamanya, beliau telah menggabungkan antara kesunnatan makan hidangan walimah, menutup kekecewaan hati orang yang mengundang, menghilangkan kemungkaran, dan sekaligus mengajarkan hukum fikih. Beliau memandang kecil nama Syeikh Farqad yang tidak alim dengan "Wahai Farqad kecil" yang memperlihatkan perbuatan mungkar dari pemilik rumah.

Menjaga diri dari permainan yang dilarang

Permainan yang dilarang oleh agama Islam antara lain undian (lotre), meniup seruling, meniup harmonika, dan gitar.

Sederhana dalam membelanjakan harta

Setiap orang yang beriman dilarang boros dalam membelanjakan harta dan dilarang berbuat pelit. Dalam surat al-Isra ayat 29 Allah swt berfirman:
وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَحْسُوْرًا
Dan janganlah kamu sekalian jadikan tanganmu terbelenggu di lehermu dan janganlah kamu sekalian terlalu mengulurkannya, karena itu kamu sekalian menjadi tercela dan menyesal.
Setiap orang yang beriman dilarang berbuat pelit dan berbuat boros dalam membelanjakan hartanya, agar tidak dicela oleh sesama manusia dan oleh Allah swt Jika orang berbuat pelit, maka ia akan menyesal, dan jika berbuat boros, akhirnya tidak mempunyai apa-apa lagi. Kejahatan pemboros disamakan dengan kejahatan setan, sebagai disebut dalam surat al-Isra ayat 26 dan 27:
... وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا . اِنّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْا اِخْوَانَ الشَّيَاطِيْنَ ...
... dan janganlah kamu sekalian menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya para pemboros adalah kawan setan ...
Nabi Muhammad saw bersabda:
مَا خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ وَلاَ نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ وَلاَ افْتَقَرَ مَنِ اقْتَصَدَ
Tidak akan rugi orang yang beristikharah; tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah dan tidak akan melarat orang yang sederhana (dalam membelanjakan harta)"

Cabang iman 43-44 disebutkan dalam bait syair:
اُتْرُكْ وَاَمْسِكْ كُلَّ غِلٍّ وَالْحَسَدَ * حَرِّمْ لِعِرْضِ الْمُسْلِمِيْنَ فَتَسْلَمُ
Tinggalkan dan cegahlah olehmu setiap dendam dan hasud; haramkan bagi kehormatan orang-orang muslim, maka engkau akan selamat.

Meninggalkan dendam dan hasud

Dendam adalah buah dari kemarahan; sedangkan letak dari kekuatan marah adalah hati. Marah adalah mendidihnya darah hati untuk menuntut hukuman. Arti dendam ialah apabila hati selalu merasa berat dan benci; sedangkan perasaan tersebut langgeng dan tetap.
Rasulullah saw bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ لَيْسَ بِحَقُوْدٍ
Orang mukmin itu bukanlah pendendam.
Definisi dendam adalah:
Benci terhadap kenikmatan yang ada pada orang lain dan senang apabila kenikmatan lenyap dari orang tersebut.
Hasud adalah buah dari dendam, sedangkan dendam adalah buah dari marah. Jadi hasud adalah cabang dari cabang, sedangkan marah adalah asal dari asal. Rasulullah saw bersabda:
لاَ تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَنَاجَشُوْا وَلاَ تَبَاغَضُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ. وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ اِخْوَانًا . اَلْمُسْلِمُ اَخُو الْمُسْلِمِ
/Janganlah kamu sekalian saling berbuat hasud. Janganlah saling menambah penawaran. Janganlah saling membenci. Janganlah bercerai-berai. Janganlah salah seorang dari kamu sekalian saling berebut pembeli. Dan jadilah kamu sekalian para hamba Allah yang bersaudara. Orang muslim adalah saudara orang muslim.
Hadits di atas berarti agar kita sekalian:
  1. jangan saling mengangan-angankan nikmat yang ada pada orang lain hilang;
  2. jangan saling menambah harga dari barang yang dijual oleh orang lain bukan karena senang membelinya, akan tetapi untuk mengecoh orang lain;
  3. jangan saling membenci dan saling memalingkan muka karena benci;
  4. jangan saling mengurangi harga barang dagangan bagi seseorang pembeli pada saat khiyar (saat tawar menawar masih berlangsung) dengan mengatakan: "Batalkan membeli barang itu dari si A; aku akan menjual kepadamu barang seperti itu dengan harga yang lebih murah, atau dengan harga seperti itu dengan barang yang lebih bagus!";
  5. menyibukkan diri untuk melaksanakan ajaran agama Islam seolah-olah kita sekalian adalah anak-anak dari satu orang, sebagaimana sesungguhnya kita adalah para hamba Tuhan Yang Satu.

Hal tersebut didasarkan bahwa sesungguhnya orang muslim adalah saudara dari orang muslim lainnya dalam agama.
Sayyidina Hasan bin Ali ra meriwayatkan dari Rasulullah saw:
اَلْغِلُّ وَالْحَسَدُ يَأْكُلاَنِ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Dendam dan hasud memakan amal kebajikan, sebagaimana api memakan kayu bakar.
Diceriterakan bahwa iblis pernah datang ke pintu Fir'aun lalu mengetuknya. Fir'aun bertanya: "Siapakah yang mengetuk pintu?" Iblis menjawab: "Jika engkau Tuhan, niscaya engkau tidak bodoh!" Setelah Iblis masuk, dia berkata kepada Fir'aun: "Apakah engkau tahu orang di bumi ini yang lebih jahat dari pada engkau?" Fir'aun bertanya: "Siapakah dia?" Jawab iblis: "Orang yang hasud, karena ia akan terjatuh pada bencana ini!"

Melarang mencela orang muslim, di hadapannya atau tidak

Rasulullah saw bersabda:
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ اَنْ يَحْقِرَ اَخَاهُ الْمُسْلِمَ . كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وُمَالُهُ وَعِرْضُهُ .
Seseorang dianggap berbuat jahat bila ia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap orang muslim atas orang muslim yang lain haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.
Maksud hadits tersebut adalah bahwa seseorang itu dianggap cukup melakukan kejahatan apabila dia menghina saudaranya sesama muslim sebab kemelaratannya atau lainnya. Seorang muslim seharusnya mengagungkan dan menghormati sesama muslim lainnya. Semua perbuatan yang menyakitkan orang muslim lain adalah haram, seperti menumpahkan darahnya, mengambil hartanya dan mencelanya, baik di hadapannya maupun pada saat dia tidak hadir. Dalam sebuah hadits disebutkan:
مَنْ مَاتَ تَآئِبًا مِنَ الْغِيْبَةِ فَهُوَ آخِرُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ وَمَنْ مَاتَ مُصِرًّا عَلَيْهَا فَهُوَ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ النَّارَ وَهُوَ يَبْكِى
Barangsiapa yang mati dalam keadaan bertaubat dari ghibah (menggunjing orang lain), maka dia adalah orang yang terakhir masuk surga. Dan Barangsiapa yang mati dalam keadaan terus menerus (membandel) berbuat ghibah, maka ia adalah orang pertama yang masuk neraka dalam keadaan menangis.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ حَمَى عِرْضَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ فِى الدُّنْيَا بَعَثَ اللهُ تَعَالَى لَهُ مَلَكًا يَحْمِيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ النَّارِ
Barangsiapa yang menjaga kehormatan saudaranya muslim di dunia, niscaya Allah Ta'ala akan mengutus malaikat pada hari kiamat untuk menjaganya dari api neraka.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ ذُكِرَ عِنْدَهُ اَخُوْهُ الْمُسْلِمُ وَهُوَ يَسْتَطِيْعُ نَصْرَهُ فَلَمْ يَنْصُرْهُ اَدْرَكَهُ اللهُ بِهَافِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ ذُكِرَ عِنْدَهُ اَخُوْهُ الْمُسْلِمُ فَنَصَرَهُ نَصَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
Barangsiapa mendengar penuturan cacat saudaranya sesama muslim sedangkan dia mampu menolongnya namun ia tidak mau menolongnya , niscaya Allah menuntutnya di dunia dan akhirat. Dan Barangsiapa mendengar demikian dan mau menolongnya, niscaya Allah akan menolongnya di dunia dan akhirat.
Cabang iman 45-47 disebutkan dalam bait syair:
أَخْلِصْ لِرَبِّكَ ثُمَّ سُرَّ بِطَاعَةٍ * وَاحْزَنْ بِسُوْءٍ تُبْ وَاَنْتَ النَّادِمُ
Ikhlaskan niat karena Tuhanmu, gembiralah dengan ketaatan, susahlah berbuat jelek, taubatlah dengan penyesalan.

Ikhlas dalam beramal karena Allah Ta'ala

Imam al-Ghazali berkata bahwa ikhlas atau memurnikan niat ialah apabila tujuan dari amal ibadah yang dilakukan seseorang semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Misalnya orang yang tidur sehingga dapat mengistirahatkan badannya dengan maksud agar sesudah tidur ia kuat melakukan ibadah, maka tidurnya adalah ibadah dan ia memperoleh derajat ikhlas dalam hal tersebut. Jika tidak demikian, maka pintu ikhlas dalam amal ibadah tertutup baginya, kecuali jarang-jarang. Kebalikan dari ikhlas adalah syirik, yaitu menyekutukan Allah dalam amal ibadah. Dalam hadits disebutkan bahwa pada hari kiamat orang yang berbuat riya, yaitu orang yang menjaring hati manusia atau mencari simpati manusia dengan amal ibadah, akan dipanggil dengan empat macam panggilan:
  1. Wahai orang yang berbuat riya,
  2. Wahai orang yang menipu,
  3. Wahai orang musyrik, dan
  4. Wahai orang kafir.

Pengarang kitab al-Washiyyah berkata: "Kesempurnaan peringkat ikhlas dapat berhasil dengan penyaksian seseorang hamba bahwa amalnya yang shalih adalah ciptaan Allah swt berdasar keyakinan yang mantap. Sedangkan dirinya tidaklah memiliki amal tersebut kecuali sekedar hanya menjalankan ibadah saja. Barangsiapa yang menyaksikan bahwa amalnya adalah ciptaan Allah Ta'ala berdasar keyakinan yang mantap, maka ia tidak mencari pahala, dan tidak terjangkit tiga macam penyakit amal, yaitu: riya', takabbur, dan membanggakan diri.

Senang sebab taat, sedih sebab kehilangan taat, dan menyesal sebab maksiat

Kesenangan hati karena dapat melakukan ketaatan kepada Allah swt yang menjadi cabang dari iman adalah ditinjau dari segi bahwa ketaatan tersebut adalah anugerah dan pertolongan dari Allah swt sebagaimana firman-Nya dalam surat Yunus ayat 58:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ
Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira, karunia Allah dan rahmat-Nya lebih baik dari pada apa yang mereka kumpulkan."
Seseorang tidak patut bergembira karena dapat berbuat taat, dengan tujuan ketaatan tersebut telah nampak dari pekerjaannya. Kegembiraan semacam ini dicela oleh agama. Hati yang sedih karena kehilangan kesempatan untuk melakukan ketaatan haruslah disertai dengan melaksanakan ketaatan tersebut. Jika tidak demikian, maka kesedihan tersebut termasuk tanda penipuan terhadap diri seseorang. Barangsiapa yang tidak sedih karena kehilangan kesempatan untuk berbuat taat dan tidak pula sedih karena melakukan kemaksiatan, maka hal tersebut termasuk tanda-tanda kematian hati. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوْ مُؤْمِنٌ
Barangsiapa yang amal baiknya menyenangkan dirinya dan amal jeleknya menyedihkan dirinya, maka ia adalah orang mukmin.

Bertaubat

Dalam surat at-Tahrim ayat 8 Allah swt berfirman:
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا تُوْبُوْا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوْحًا … الآيَةَ
Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya.
Murni dalam taubat artinya semata-mata karena Allah swt dan sunyi dari campuran yang menyertainya.
Rasulullah saw telah bersabda:
اَلتَّائِبُ حَبِيْبُ اللهِ وَالتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ
Orang yang bertaubat adalah kekasih Allah. Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang sama sekali tidak ada dosa baginya.
Pengertian taubat adalah:
  1. Seketika meninggalkan perbuatan maksiat.
  2. Bercita-cita meninggalkan maksiat untuk waktu yang akan datang.
  3. Jangan ragu mengejar keteledoran yang telah dilakukan pada waktu-waktu yang telah lalu.
  4. Menyesali perbuatan dosa yang telah lalu dan sedih terhadapnya adalah kewajiban dari taubat, karena penyesalan adalah jiwa dari taubat, sebagaimana kata al-Ghozali.

Sayyidina Abu Bakar as-Siddiq mendengar Rasul Allah saw bersabda:
مَامِنْ عَبْدٍ يَذْنُبُ ذَنْبًا فَيُحْسِنُ الطَّهُوْرَ وَيُصَلِّى ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ اِلاَّ غُفِرَ لَهُ
Tidak ada seseorang hamba yang melakukan suatu dosa kemudian ia memperbagus (menyempurnakan) bersuci dan melakukan salat dan memohon ampun kepada Allah, kecuali dosanya diampunkan baginya.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ قَالَ عَشْرًا حِيْنَ يُصْبِحُ وَحِيْنَ يُمْسِى : "اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لاَ اِلهَ اِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ وَاَسْأَلُ التَّوْبَةَ وَالْمَغْفِرَةَ مِنْ جَمِيْعِ الذُّنُوْبِ " غُفِرَتْ ذُنُوْبُهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ رَمْلٍ عَالِجٍ . وَمَنْ قَالَ : "سُبْحَانَكَ ظَلَمْتُ نَفْسِى وَعَمِلْتُ سُوْءًا فَاغْفِرْ لِى ذُنُوْبِى فَاِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ " غُفِرَتْ ذُنُوْبُهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ دَبِيْبِ النَّمْلِ
Barangsiapa yang mengucapkan sepuluh kali pada waktu pagi dan petang: "Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung, yang sama sekali tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Pribadi, dan aku bertaubat kepada-Nya, aku memohon taubat dan ampunan dari semua dosa", niscaya diampuni dosa-dosanya meskipun dosa tersebut seperti pasir yang bertumpuk. Dan Barangsiapa yang mengucapkan: "Maha Suci Engkau, aku telah menganiaya diriku dan melakukan perbuatan jelek, maka ampunilah dosa-dosaku, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau", niscaya dosa-dosanya diampuni meskipun dosa tersebut seperti iring-iringan semut.
Abu Abdillah al-Warraq berkata: "Andai dosamu semisal bilangan tetesan hujan dan buih lautan, maka dosa tersebut dihapus dari dirimu jika kamu memohon ampun dengan bacaan istighfar ini:
اَللّهُمَّ اِنِّى اَسْأَلُكَ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كَلِّ ذَنْبٍ تُبْتُ اِلَيْكَ مِنْهُ ثُمَّ عُدْتُّ فِيْهِ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ مَا وَعَدْتُّكَ مِنْ نَفْسِى ثُمَّ لَمْ اُوْفِ لَكَ بِهِ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ عَمَلٍ اَرَدْتُّ بِهِ وَجْهَكَ فَخَالَطَهُ غَيْرُكَ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ نِعْمَةٍ اَنْعَمْتَ بِهَا عَلَيَّ فَاسْتَعَنْتُ بِهَا عَلَى مَعْصِيَتِكَ
Ya Allah, sungguh aku meminta Engkau dan meminta ampun kepada-Mu dari setiap dosa yang aku telah bertaubat dari dosa tersebut, kemudian aku kembali kepada dosa itu. Aku meminta ampun kepada-Mu dari setiap sesuatu yang aku telah janjikan kepada-Mu dari diriku, kemudian aku tidak memenuhi janji tersebut bagi-Mu. Aku meminta ampun kepada-Mu dari setiap perbuatan yang aku inginkan keridlaan-Mu, kemudian telah menyampuri amal tersebut selain keridlaan-Mu. Aku meminta ampun dari setiap kenikmatan yang telah Engkau berikan kepadaku, kemudian kupergunakan untuk berbuat maksiat kepada-Mu.
Imam as-Suhaymi dalam kitab "Lubab at-Thalibin" berkata: "Imam at-Thabrani meriwayatkan dari Abu Darda' katanya: "Barangsiapa yang memohonkan ampun bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan pada setiap hari 27 kali, maka ia termasuk orang yang diampunkan doanya dan diberi rizki".
Syeikh Abul Hasan as-Syadzali berkata: "Jika kamu ingin hatimu tidak berkarat, tidak sedih, tidak ada kotoran, serta tidak tersisa dosa, maka perbanyaklah bacaan berikut:
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ، لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ ثَبِّتْ عِلْمَهَا فِى قَلْبِى وَاغْفِرْ لِى ذَنْبِى وَاغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَقُلِ الْحَمْدُ ِللهِ وَسَلاَمٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِيْنَ اصْطَفَى
Maha Suci Allah dan dengan pujian-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung. Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Tetapkanlah ilmu kalimat tauhid tersebut dalam hatiku; ampunilah dosaku dan ampunilah orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah dan semoga keselamatan tetap terlimpah pada para hamba-Nya yang telah Dia pilih.
Cabang iman 48-49 disebutkan dalam bait syair:
وَائْتِ الضَّحِيَّةَ وَالْعَقِيْقَةَ وَاهْدِيَنْ*وَاُولِى الاُمُوْرِاَطِعْهُمُ لاَتَجْرِمُ
Bagikanlah binatang kurban, aqiqah dan hendaklah engkau sungguh-sungguh menyembelih binatang hadiah; taatilah penguasa dan janganlah kamu durhaka.

Menyembelih binatang kurban, aqiqah, dan hadiah

Kurban ialah menyembelih unta, sapi, atau kambing karena mendekatkan diri kepada Allah swt Waktu menyembelih binatang kurban adalah sesudah matahari terbit pada hari nahar, tanggal 10 Dzul Hijjah dan telah berlalu waktu sekedar cukup untuk melakukan salat Idul Adlha dan dua khutbah. Ini adalah pendapat Imam as-Syafii. Waktu terakhir untuk menyembelih binatang kurban adalah sebelum matahari terbenam tanggal 13 Dzul Hijjah. Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bin Anas berpendapat bahwa waktu terakhir untuk menyembelih binatang kurban adalah sebelum matahari terbenam tanggal 12 Dzul Hijjah.
Daging binatang kurban yang sunnah, bukan kurban yang dinadzarkan, wajib dibagikan kepada fakir miskin; sedang orang yang menyembelih binatang kurban disunnatkan untuk tidak ikut memakan dagingnya lebih dari sepertiga. Daging binatang kurban itu disyaratkan untuk dibagikan dalam keadaan mentah, agar orang yang menerima dapat mempergunakannya sesuka hatinya, dijual, atau lainnya. Daging dari binatang kurban tidak sah dibagikan dalam keadaan masak kepada fakir miskin yang diundang makan ke rumah orang yang menyembelihnya. Adapun kurban yang dinadzarkan tidak boleh dimakan sama sekali oleh orang yang berkurban meskipun sedikit. Seluruhnya wajib disedekahkan, termasuk kulit dan tanduknya.
Aqiqah ialah hewan yang disembelih untuk anak yang baru lahir. Waktu terbaik aqiqah pada hari ketujuh dari kelahiran anak. Penyembelihannya disunnatkan setelah terbit matahari. Aqiqah untuk anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor. Aqiqah disunnatkan untuk dihadiahkan kepada fakir miskin dalam keadaan dimasak terlebih dahulu dengan masakan yang manis dan berkuah serta diantarkan ke rumah-rumah mereka, artinya tidak mengundang fakir miskin untuk memakannya di rumah orang yang menyembelih aqiqah; kecuali kakinya, boleh diberikan dalam keadaan mentah kepada orang yang mau menerimanya.
Hadiah ialah hewan yang disembelih di dekat masjid al-Haram di Makkah oleh orang yang melakukan haji ifrad guna mendekatkan diri kepada Allah swt Waktu penyembelihan seperti waktu menyembelih hewan kurban.

Taat kepada ulil amri (penguasa) jika perintahnya sesuai dengan kaidah syariat Islam; dan mentaati larangannya selama tidak bertentangan dengan kaidah syariat Islam

Taat kepada ulil amri wajib bagi semua rakyat secara lahir dan batin, berdasarkan firman Allah swt dalam surat an-Nisa ayat 59:
يَآاَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا أَطِيْعُوْا اللهَ وَاَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ وَاُولِى اْلاَمْرِ مِنْكُمْ... الآية
Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu sekalian kepada Allah dan taatlah kamu sekalian kepada Rasul dan orang-orang yang ulil amri di antara kamu ...
Ulil amri adalah para ulama dan pemegang kekuasaan dalam pemerintahan. Hadits Nabi Muhammad saw:
مَنْ اَطَاعَ اَمِيْرِى فَقَدْ اَطَاعَنِى وَمَنْ عَصَى اَمِيْرِى فَقَدْ عَصَانِى
Barangsiapa yang taat kepada amir saya, maka ia telah mentaati saya. Dan barang-siapa yang mendurhakai amir saya, maka ia telah mendurhakai saya.
Taat kepada ulil amri tidak berlaku untuk hal-hal yang haram dan makruh. Adapun taat mengenai hal-hal yang mubah (diperbolehkan agama) jika mengandung kemaslahatan bagi orang muslim, wajib ditaati. Jika tidak mengandung kemaslahatan bagi orang muslim, maka tidak wajib mentaatinya. Jika pemerintah mengundangkan mengenai larangan merokok, misalnya, maka wajib ditaati seluruh rakyatnya karena menghentikan merokok membawa kemaslahatan bagi umum dan terus menerus merokok adalah perbuatan yang hina menurut pandangan masyarakat dan manusia. Demikian pendapat Imam al-Bajuri.
ayat-ayat tersebut terdapat pemenuhan hajat dunia dan akhirat...

Cabang iman 50-53 disebutkan dalam dua bait syair:
اَمْسِكْ حَبِيْبِى مَا عَلَيْهِ جَمَاعَةٌ * وَاحْكُمْ بِعَدْلٍ وَانْهَ مَاهُوَ مَأْثَمُ
وَأْمُرْ بِمَعْرُوْفٍ وَاَنْتَ اَعِنْهُمُ * جِدًّا عَلَى بِرٍّ وَتَقْوَى تُـكْرَمُ
Pegang teguh wahai kasihku, apa yang ada pada jamaah; hukumilah dengan adil dan cegahlah segala yang dosa. Perintahkan apa yang telah diketahui kebaikannya, bantulah manusia dengan sungguh-sungguh terhadap kebajikan dan ketakwaan, maka engkau akan dimuliakan.

Berpegang teguh pada apa saja yang disepakati jamaah

Jamaah di sini maksudnya adalah orang muslim. Meskipun hanya satu orang muslim boleh dikatakan jamaah sebagaimana keterangan Syaikhuna Ahmad an-Nahrawi.
Allah swt berfirman dalam surat Ali Imran ayat 103:
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا ... الآية
Berpegang teguhlah kamu sekalian pada agama Allah semuanya saja dan janganlah kamu bercerai-berai ...
Rasulullah saw bersabda:
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ اِلاَّ بِاِحْدَى مِنْ ثَلاَثٍ : اَلثَِّيِّبُ الزَّانِى وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ
Tidak halal darah seseorang muslim, kecuali salah satu dari tiga sebab: tsayyib yang berzina, orang yang membunuh orang lain, dan orang yang meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari jamaahnya.
Pengertian dari hadits di atas adalah bahwa tidak boleh membunuh seseorang muslim dengan sengaja, kecuali salah satu dari tiga hal:
  1. Tsayyib yang berzina. Tsayyib ialah orang merdeka (bukan budak belian) yang sudah baligh lagi berakal yang pernah melakukan jimak atau bersetubuh dalam hubungan pernikahan yang sah. Tsayyib yang berbuat zina wajib dirajam dengan lemparan batu sampai mati.
  2. Orang yang membunuh orang lain harus dibunuh berdasarkan hukum qishash, sebab pembunuhan yang dilakukan karena permusuhan dengan syarat-syarat yang telah disebutkan dalam kitab fikih.
  3. Orang yang meninggalkan agama Islam dan memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin, yaitu berbuat murtad, seperti memaki nabi, malaikat, atau Allah.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ اَحْدَثَ فِى اَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa yang mengada-ada dalam agama kami ini sesuatu hal yang tidak ada dasar darinya, maka hal tersebut ditolak.
Artinya, Barangsiapa membawa sesuatu yang baru dalam agama Islam yang agung derajatnya dan tidak ada dasarnya dalam agama, maka hal baru tersebut adalah batal.

Menetapkan hukum dengan adil

Dalam surat Shad ayat 22 Allah swt berfirman:
... فَاحْكُمْ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَلاَ تُشْطِطْ ... الآية
... maka berilah putusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang ...
Dalam surat al-Maidah ayat 45 Allah swt berfirman:
... وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا اَنْزَلَ اللهُ فَاُولئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ
... Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut hukum yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang yang dhalim.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ حَكَمَ بَيْنَ اثْنَيْنِ تَحَاكَمَا اِلَيْهِ وَارْتَضَيَاهُ ، فَلَمْ يَقْضِ بَيْنَهُمَا بِالْحَقِّ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ
Barangsiapa yang menghakimi dua orang yang berhukum kepadanya dan rela akan putusan hukumnya, kemudian ia tidak memutuskan hukum antara keduanya dengan hukum yang haq (adil), maka atasnya laknat Allah.

Amar makruf nahi mungkar (menyuruh perkara yang sudah diketahui kebaikannnya dan melarang perkara yang ditentang oleh akal pikiran yang sehat)

Dalam surat Ali Imran ayat 104 Allah swt berfirman:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ اَمَّةٌ يَدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ، وَأُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; maka merekalah orang-orang yang beruntung.
Syeikh Muhyiddin an-Nawawi berkata mengenai firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 105 yang berbunyi:
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْاعَلَيْكُمْ اَنْفُسَكُمْ لاَيَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ اِذَا اهْتَدَيْتُمْ.. الآية
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi madlarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk ...
Bahwa sesungguhnya ayat ini termasuk ayat yang membuat banyak orang bodoh tertipu dalam memahaminya. Mereka mengartikan ayat ini kepada selain yang dimaksudkan. Pengertian ayat ini yang benar adalah: "sesungguhnya kamu sekalian apabila telah melakukan sesuatu yang diperintahkan niscaya perbuatan sesat dari orang yang sesat tidak dapat membahayakan kamu." Di antara sejumlah hal yang diperintahkan adalah menyuruh kepada perbuatan yang sudah diketahui kebaikannya oleh akal pikiran yang sehat, dan melarang dari perkara yang mungkar.
Ayat di atas adalah satu martabat dengan firman Allah swt dalam surat al-Maidah ayat 99:
مَا عَلَى الرَّسُوْلِ اِلاَّ الْبَلاَغُ ...
Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan ...
Muhammad bin Tamam berkata bahwa nasihat adalah pasukan tentara Allah. Perumpamaannya adalah seperti tanah liat yang dilemparkan pada tembok. Jika tembok tersebut dapat menahan tanah liat, maka bermanfaat; dan jika tanah liat tersebut jatuh, maka sudah membekas.
Sulaiman al-Khawwash menyatakan bahwa Barangsiapa yang memberi nasihat kepada saudaranya dengan empat mata, maka ia telah memberi nasihat. Jika ia memberi nasihat di muka umum, maka ia telah mencelanya.

Saling membantu dalam kebajikan dan ketakwaan

Dalam surat al-Maidah ayat 2 Allah swt berfirman:
... وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى ... الآية
... dan tolong menolonglah kamu sekalian dalam mengerjakan kebajikan dan ketakwaan ....
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ مَشَى فِىْ عَوْنِ اَخِيْهِ وَمَنْفَعَتِهِ فَلَهُ ثَوَابُ الْمُجَاهِدِيْنَ فِى سَبِيْلِ اللهِ
Barangsiapa yang berjalan dalam usaha membantu saudaranya atau memberi manfaat kepadanya, maka baginya pahala orang-orang yang berjuang membela agama Allah.
Hadits riwayat Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda:
مَنْ اَغَاثَ مَلْهُوْفًا كَتَبَ اللهُ لَهُ ثَلاَثًا وَسَبْعِيْنَ حَسَنَةً ، وَاحِدَةٌ مِنْهَا يَصْلُحُ بِهَا آخِرَتُهُ وَدُنْيَاهُ ، وَالْبَاقِى فِى الدَّرَجَاتِ
Barangsiapa yang memberi pertolongan kepada orang yang dianiaya, maka Allah mencatat baginya 73 (tujuh puluh tiga) kebaikan. Salah satu dari 73 kebaikan tersebut adalah urusan akhirat dan dunianya menjadi baik. Sedangkan sisanya adalah untuk meningkatkan derajatnya.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ قَضَى حَاجَةً لاَخِيْهِ فَكَاَنَّمَا خَدَمَ اللهَ عُمْرَهُ
Barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya, maka seolah-olah dia telah melayani Allah sepanjang umurnya.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ اَقَرَّ عَيْنَ مُؤْمِنٍ اَقَرَّ اللهُ عَيْنَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa yang menyenangkan hati seseorang mukmin, niscaya Allah akan menyenangkan hatinya pada hari kiamat.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ مَشَى فِىْ حَاجَةِ اَخِيْهِ سَاعَةً مِنْ لَيْلٍ اَوْ نَهَارٍ قَضَاهَا اَوْ لَمْ يَقْضِهَا كَانَ خَيْرًا لَهُ مِنْ اعْتِكَافِ شَهْرَيْنِ
Barangsiapa yang berjalan memenuhi hajat saudaranya dalam waktu satu jam pada siang atau malam hari, baik hajat tersebut terpenuhi atau tidak, niscaya pahalanya lebih baik baginya dari pada pahala iktikaf dua bulan.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُؤْمِنٍ مَغْمُوْمٍ اَوْ اَعَانَ مَظْلُوْمًا غَفَرَ اللهُ لَهُ ثَلاَثًا وَسَبْعِيْنَ مَغْفِرَةً
Barangsiapa yang memberikan jalan keluar dari seseorang mukmin yang susah atau membantu seseorang yang dianiaya, niscaya Allah akan memberikan ampunan baginya sebanyak 73 (tujuh puluh tiga) ampunan.
Rasulullah saw bersabda:
اِنَّ مِنْ اَحَبِّ الاَعْمَالِ اِلَى اللهِ اِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى قَلْبِ الْمُؤْمِنِ وَاَنْ يُفَرِّجَ عَنْهُ غَمًّا اَوْ يَقْضِيَ عَنْهُ دَيْنًا اَوْ يُطْعِمُهُ مِنْ جُوْعٍ
Sesungguhnya di antara amal yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat kesenangan hati orang mukmin, memberikan jalan keluar satu kesusahan darinya, membayarkan hutangnya, atau memberi makan ketika lapar.
Sabda Rasulullah saw riwayat Ali bin Abi Thalib ra:
اِذَا اَرَادَ اَحَدُكُمُ الْحَاجَةَ فَلْيُبَكِّرْ لَهَا يَوْمَ الْخَمِيْسِ وَلْيَقْرَأْ اِذَا خَرَجَ مِنْ مَنْزِلَةٍ آخِرَ آلِ عِمْرَانَ وَآيَةَ الْكُرْسِيِّ وَاِنَّا اَنْزَلْنَاهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَاُمَّ الْكِتَابِ فَاِنَّ فِيْهَا حَوَائِجَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
/Apabila salah seorang dari kamu menginginkan sesuatu hajat, hendaklah berangkat pagi-pagi untuk memenuhi hajat tersebut pada hari Kamis. Apabila ia keluar dari rumah, hendaklah membaca akhir dari surat Ali Imran, ayat Kursi, Inna anzalnahu fi laylatil qadri, dan Fatihah. Sesungguhnya pada dst

Cabang iman 54-57 disebutkan dalam bait syair:
وَاسْتَحْيِ رَبَّكَ اَحْسِنَنْ لِلْوَالِدِ * رَحِمًا فَصِلْ حَسِّنْ بِخُلْقِكَ تُرْحَمُ
Malulah engkau pada Tuhanmu, berbuat baiklah kepada orang tua, sambunglah hubungan famili serta baguskanlah pekertimu, niscaya engkau dirahmati.

Malu pada Allah

Rasulullah saw bersabda:
اَلْحَيَاءُ مِنَ الإِيْمَانِ
Malu kepada Allah adalah termasuk iman.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
اِسْتَحْيُوْا مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ . قَالَ: فَقُلْنَا يَانَبِيَّ اللهِ ، اِنَّا نَسْتَحْيِى . قَالَ: لَيْسَ ذَلِكَ ، وَلكِنْ مَنِ اسْتَحْيَى مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ فَلْيَحْفَظِ الرَّأْسَ وَمَا حَوَى وَالْبَطْنَ وَمَا وَعَى وَالْفَرْجَ وَالْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ وَلْيَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالْبِلاَ . وَمَنْ اَرَادَ الآخِرَةَ تَرَكَ زِيْنَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَآثَرَ الآخِرَةَ عَلَى الأُوْلَى . فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدِ اسْتَحْيَى مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
Malulah kamu kepada Allah dengan sebenarnya. Ibnu Mas'ud berkata: Kami berkata: "Wahai Nabi Allah, kami sungguh malu!" Nabi saw berkata: "Malu itu bukanlah demikian. Orang yang malu kepada Allah dengan sebenarnya hendaknya menjaga kepala dan yang berada di sekitar kepala; menjaga perut dan apa saja yang masuk ke perut; menjaga kemaluan, dua tangan, dan dua kaki. Dan hendaklah ia mengingat mati dan kehancuran. Barangsiapa yang menginginkan akhirat, niscaya ia meninggalkan perhiasan hidup di dunia dan lebih mementingkan akhirat dari pada dunia. Barangsiapa yang melakukan hal tersebut, maka sungguh ia telah malu kepada Allah dengan sebenarnya.
Sabda Rasulullah saw riwayat Mu'adz bin Jabal:
يَقُوْلُ اللهُ : يَا ابْنَ آدَمَ اِسْتَحِ مِنِّى عِنْدَ مَعْصِيَتِكَ وَاَنَا اَسْتَحْيِى مِنْكَ يَوْمَ الْعَرْضِ الأَكْبَرِ اَنِّى اُعَذِّبُكَ. يَا ابْنَ آدَمَ تُبْ اِلَيَّ أُكْرِمْكَ كَرَامَةَ الاَنْبِيَاءِ . يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تُحَوِّلْ قَلْبَكَ عَنِّى ، فَاِنَّكَ اِنْ حَوَّلْتَ قَلْبَكَ عَنِّى اَخْذُلْكَ فَلاَ اَنْصُرْكَ . يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ لَقِيْتَنِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَعَكَ حَسَنَاتٌ مِثْلُ اَهْلِ الآَرْضِ لَمْ اَقْبَلْ مِنْكَ حَتَّى تُصَدِّقَ بِوَعْدِى وَوَعِيْدِى . يَا ابْنَ آدَمَ اِنِّى اَنَا الرَّزَّاقُ وَاَنْتَ الْمَرْزُوْقُ وَتَعْلَمُ اَنِّى اُوْفِيْكَ رِزْقَكَ فَلاَ تَتْرُكْ طَاعَتِى بِسَبَبِ الرِّزْقِ فَاِنَّكَ اِنْ تَرَكْتَ طَاعَتِى بِسَبَبِ رِزْقِكَ اَوْجَبْتُ عَلَيْكَ عُقُوْبَتِى
Allah berfirman: "Wahai anak Adam, malulah engkau kepada-Ku ketika engkau akan melakukan maksiat, niscaya Aku akan malu kepadamu bahwa Aku akan menyiksamu pada hari "menghadap yang agung" (kiamat). Wahai anak Adam, bertaubatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan memuliakanmu seperti kemuliaan para nabi. Wahai anak Adam, janganlah kau tutupi hatimu dari Aku; karena sesungguhnya jika kau tutupi hatimu dari-Ku, niscaya Aku akan menghinakanmu dan Aku tidak menolongmu. Wahai anak Adam, seandainya kamu menjumpai Aku pada hari kiamat dengan membawa amal baik seperti amal-amal baik penduduk bumi, niscaya Aku tidak dapat menerima amal-amal tersebut dari dirimu, sehingga kamu membenarkan janji dan ancaman-Ku. Wahai anak Adam, sesungguhnya Aku adalah Dzat Yang Maha Memberi rizki, sedangkan kamu adalah yang diberi rizki; dan kamu tahu bahwa sesungguhnya Aku memenuhi rizkimu. Oleh karena itu janganlah kau tinggalkan taat kepada-Ku lantaran mencari rizki. Jika kau tinggalkan taat kepada-Ku lantaran sibuk mencari rizki, niscaya siksa-Ku akan menimpamu.

Berbuat baik kepada kedua orang tua

Dalam surat an-Nisa ayat 36 Allah swt berfirman:
وَاعْبُدُوْا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا ... الآية
Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua (ibu-bapak) ...
Rasulullah saw bersabda:
بِرُّ الْوَالِدَيْنِ اَفْضَلُ مِنَ الصَّلاَةِ وَالصَّدَقَةِ وَالصَّوْمِ وَالْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ وَالْجِهَادِ فِى سَبِيْلِ اللهِ
Berbakti kepada kedua orang tua adalah lebih utama dari pada salat, sedekah, puasa, haji, umrah, dan berjuang membela agama Allah.
Rasulullah saw bersabda:
مَا عَلَى اَحَدٍ اِذَا اَرَادَ اَنْ يَتَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ اَنْ يَجْعَلَهَا لِوَالِدَيْهِ اِذَا كَانَ مُسْلِمَيْنِ فَيَكُوْنُ لِوَالِدَيْهِ اَجْرُهَا وَيَكُوْنُ لَهُ مِثْلُ اُجُوْرِهِمَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ اُجُوْرِهِمَا شَيْءٌ
Tiada halangan pahala bagi seseorang yang bersedekah untuk kedua orang tuanya. Jika kedua orang tuanya muslim, niscaya tersedia pahala bagi kedua orang tuanya dan bagi dirinya tanpa sedikitpun berbeda nilai pahalanya.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ حَجَّ عَنْ وَالِدِهِ بَعْدَ وَفَاتِهِ كَتَبَ اللهُ لِوَالِدِهِ حَجَّةً وَكَتَبَ لَهُ بَرَآءَةً مِنَ النَّارِ
Barangsiapa yang melakukan ibadah haji untuk ayahnya setelah beliau meninggal dunia, niscaya Allah menulis bagi ayahnya satu ibadah haji dan Allah menulis baginya pembebasan dari neraka.
Seorang laki-laki berkata kepada Umar bin Khattab ra: "Saya mempunyai seorang ibu yang sudah tua. Ibu saya tidak dapat bergerak dan berbuat apapun jika saya tidak menggendongnya. Apakah aku harus menunaikan hak beliau?" Sayyidina Umar menjawab: "Tidak, karena sesungguhnya ibumu membuatmu demikian, sedangkan ibumu mengangan-angankan kelanggengan hidupmu, padahal engkau melakukan demikian dan mengangan-angankan perpisahan dengannya!".

Silaturrahim

Rasulullah saw bersabda:
مَنْ سَرَّهُ اَنْ يُمَدَّ لَهُ فِى عُمُرِهِ وَيُوْسَعَ لَهُ فِىْ رِزْقِهِ فَلْيَـتَّقِ اللهَ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barangsiapa yang senang untuk dipanjangkan umurnya dan dilapangkan rezekinya, hendaklah bertakwa kepada Allah dan bersilaturrahim.
Rasulullah saw bersabda:
صَنَائِعُ الْمَعْرُوْفِ تَقِى مَصَارِعَ السُّوْءِ . وَصَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ جَلَّ وَعَلَى . وَصِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيْدُ فِى الْعُمْرِ
Perbuatan baik dapat menghindarkan kematian yang buruk. Sedekah yang tidak ditonjolkan dapat memadamkan kemarahan Tuhan Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi. Dan silaturrahim dapat menambah panjang umur.

Berbudi pekerti yang baik

Sebagian ulama mengumpulkan tanda-tanda dari budi pekerti yang baik, yaitu:
  • Banyak rasa malu kepada Allah.
  • Sedikit perbuatan yang menyakiti orang lain.
  • Banyak berbuat kemaslahatan.
  • Jujur lisan.
  • Sedikit bicara.
  • Banyak amal.
  • Sedikit kesalahan.
  • Sedikit perbuatan yang berlebihan.
  • Berbuat kebajikan.
  • Mudah bergaul.
  • Tenang, berwibawa, dan terhormat.
  • Sabar.
  • Suka bersyukur.
  • Berhati rela.
  • Penyantun.
  • Senang berteman.
  • Bersikap perwira.
  • Penyayang.
  • Tak suka melaknat.
  • Tak suka memaki.
  • Tak suka mengadu domba.
  • Tak suka menggunjing (ngrasani-Jw.) orang lain.
  • Tidak tergesa-gesa.
  • Tidak pendendam.
  • Tidak bakhil.
  • Tak suka hasud.
  • Banyak senyum.
  • Periang.
  • Mencintai, membenci, rela, dan marah karena Allah.

Cabang iman 58-59 disebutkan dalam bait syair:
اَحْسِنْ لِقِنِّكَ فَاعْفُ عَنْهُ وَعَلِّمَنْ * وَاِطَاعَةُ السّادَاتِ عَبْدًاتَلْزَمُ
Berbuatlah baik kepada budakmu, maafkan kesalahannya, dan ajarlah ia dengan sungguh-sungguh; dan hamba sahaya wajib taat kepada majikannya.

Berbuat baik kepada budak belian

Kewajiban terhadap budak belian:
  • Berbuat baik kepadanya.
  • Memaafkan kesalahannya.
  • Mengajarkan hal agama yang wajib diketahui olehnya.
  • Memberi nafkah menurut kadar kecukupannya.
  • Memperhatikan hal yang disenangi dan dibenci olehnya.
  • Memberi istirahat kepadanya pada musim panas dan waktu tidur siang.

Rasulullah saw bersabda:
لِلْمَمْلُوْكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ بِالْمَعْرُوْفِ وَلاَ يُكَلَّفُ مِنَ الْعَمَلِ مَا لاَ يُطِيْقُ
Budak belian mempunyai hak mendapat makanan dan pakaian dengan baik dan tidak boleh dipaksa melakukan pekerjaan yang tak mampu dilakukannya.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ لَطَمَ مَمْلُوْكَهُ اَوْ ضَرَبَهُ فِى غَيْرِ تَعْلِيْمٍ وَتَأْدِيْبٍ فَكَفَّارَتُهُ اَنْ يَعْتِقَهُ
Barangsiapa yang menampar budaknya atau memukulnya tanpa tujuan memberi pelajaran dan pendidikan, maka dendanya adalah memerdekakan budak tersebut.
Maksud hadits di atas adalah bahwa Barangsiapa yang memukul muka atau bagian lain dari budaknya tanpa tujuan memberi pelajaran dan pendidikan, maka disunnahkan untuk memerdekakannya dan tidak diwajibkan. Memukul muka hukumnya haram, meskipun dengan tujuan mendidik.
Diriwayatkan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra bahwa akhir dari sabda Rasulullah saw adalah:
اُوْصِيْكُمْ بِالصَّلاَةِ وَاتَّقُوْا اللهَ فِيْمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ
Saya berwasiat kepada kamu sekalian agar mengerjakan salat dan bertakwalah kamu sekalian dalam mempergauli budakmu sekalian.
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah:
لاَ يَقُوْلَنَّ اَحَدُكُمْ "عَبْدِى وَاَمَتِى" . كُلُّكُمْ عَبِيْدُ اللهِ وَكُلُّ نِسَاءِكُمْ اِمَاءُ اللهِ ؛ وَلكِنْ لِيَقُلْ "غُلاَمِى وَجَارِيَتِى وَفَتَايَ وَفَتَاتِى"
Janganlah sekali-kali salah seorang dari kamu sekalian mengucapkan "budak laki-lakiku" dan "budak perempuanku". Kamu sekalian adalah budak laki-laki Allah; dan isterimu adalah budak perempuan Allah. Akan tetapi katakan "pemudaku" dan "jariyahku" atau "pemudaku" dan "pemudiku".

Ketaatan budak kepada majikannya

Budak yang beriman wajib taat kepada majikannya dalam hal yang bukan maksiat menurut batas kemampuannya. Hadits Rasulullah saw riwayatkan Abdullah bin Umar ra:
اِنَّ الْعَبْدَ اِذَا نَصَحَ لِسَيِّدِهِ وَاَحْسَنَ عِبَادَةَ رَبِّهِ فَلَهُ اَجْرُهُ مَرَّتَيْنِ
Sesungguhnya jika seorang budak berbuat ikhlas dan jujur dalam bekerja untuk majikannya, dan memperbagus ibadah kepada Tuhannya, maka baginya pahala dua kali lipat.

Cabang iman 60 disebutkan dalam bait syair:
وَاحْفَظْ حُقُوْقَ الاَهْلِ وَالاَوْلاَدِ * اَنْفِقْ وَعَلِّمْهُمْ فَذَاكَ مُحَــتَّمُ
Jagalah hak-hak dari isteri dan anak-anak; berilah nafkah dan ajarlah mereka, karena hal tersebut adalah kewajiban.

Menjaga hak isteri dan anak-anak

Orang laki-laki yang sudah beristeri wajib memberi nafkah kepada isterinya dengan kemampuan yang sempurna menurut ukuran kepantasan. Jumlah nafkah diperkirakan setara dengan kesulitan atau kemudahan suami mencari rezeki. Nafkah kepada isteri tidak gugur karena waktu sudah lewat tanpa memberi nafkah. Nafkah yang tidak diberikan pada waktu yang lampau menjadi hutang suami; karena nafkah isteri itu menjadi pengganti dan imbalan pelayanan isteri. Berbeda dengan pemberian nafkah kepada kerabat yang dapat gugur karena waktunya sudah lewat, karena nafkah kepada kerabat bersifat bantuan.
Suami juga berkewajiban mengajar isterinya yang berkaitan dengan ibadah seperti: bersuci, salat, zakat, puasa, haji, dan haidl. Suami tidak berhak memukul isteri karena meninggalkan salat dan hak-hak Allah lainnya. Ibnu Barizi berpendapat lain bahwa hak suami hanya terbatas pada menyuruhnya saja, sementara isteri perlu menjaga dirinya dengan mempersilahkan laki-laki lain untuk tidur di tempat tidur suaminya, menutupi anggauta badan yang haram dipandang laki-laki lain, tidak menuntut suami dengan sesuatu yang melampaui hajat, dan menjaga diri untuk tidak mengambil harta yang haram. Suami boleh memukul istri lantaran meninggalkan hak-hak suami tersebut. Suami juga berkewajiban mengajar isterinya tentang kewajiban taat kepada suami dalam hal yang bukan maksiat, dan mengajar isteri akan keharaman dusta mengenai kedatangan haidl dan kesucian darinya, dan lain sebagainya mengenai urusan agama.
Seorang ayah berkewajiban memberi nafkah kepada anak-anaknya apabila mereka melarat dan tidak mampu bekerja karena masih kecil, cacat, gila, atau sakit. Nafkah ini tidak ditentukan jumlahnya, tetapi sekedar cukup. Nafkah harus dibedakan antara anak-anak yang besar, kecil, kezuhudan dan kesenangan mereka.
Ayah juga wajib mengajar sopan santun anak-anaknya pada waktu masih kecil, mengajar bersuci dan salat. Ia wajib memerintah mereka untuk melakukan salat setelah tamyiz, yaitu sejak berumur 7 (tujuh) tahun. Ia wajib memukul anak-anaknya jika meninggalkan salat setelah berumur 10 (sepuluh) tahun; wajib memperingatkan mereka dari berdusta, berbuat durhaka, melakukan dosa besar, mencuri, dan larangan-larangan lainnya. Ia juga wajib memberi nama yang baik, permulaan atau perubahan nama tersebut.

Cabang iman yang 61-64 disebutkan dalam bait syair:
وَاحْبُبْ لأَهْلِ الدِّيْنِ رُدَّ سَلاَمَهُمْ * عُوْدَنَّ مَرْضَى صَلِّ مَوْتَى أَسْلَمُوْا
Cintalah ahli agama, jawablah salam mereka; kunjungilah orang yang sakit, salatilah orang muslim yang mati.

Mencintai ahli agama

Rasulullah saw bersabda:
مَنْ سَرَّهُ اَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ وَلْيَأْتِ اِلَى النَّاسِ مَا يُحِبُّ اَنْ يُؤْتَى اِلَيْهِ
Barangsiapa senang diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah berupaya agar ketika mati dalam keadaan bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah; dan suka berkunjung sebagaimana ia senang untuk dikunjungi.
Sabda Rasulullah saw riwayat Anas ra:
اَكْثِرُوْا مِنَ الْمَعَارِفِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ؛ فَاِنَّ لِكُلِّ مُؤْمِنٍ شَفَاعَةً عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Perbanyaklah kenalan dengan orang mukmin; karena sesungguhnya setiap orang mukmin mempunyai syafaat (pertolongan) di sisi Allah pada hari kiamat.
Rasulullah saw bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَآدِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ ؛ اِذَا اشْتَكَى عُضْوٌ مِنْهُ تَدَاعَى سَائِرُهُ بِالْحُمَى وَالسَّهَرِ
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kesayangan mereka adalah seperti tubuh; jika salah satu anggota tubuh mengaduh, maka anggota tubuh lainnya saling memanggil dengan sakit panas dan tidak dapat tidur.
Rasulullah saw bersabda:
اِدْخَالُ السُّرُوْرِ فِى قَلْبِ مُؤْمِنٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سِتِّيْنَ سَنَةً
Membuat kesenangan di hati seorang mukmin adalah lebih baik pahalanya dari pada ibadah enam puluh tahun.
Melebihkan penghormatan terhadap seseorang yang sikap dan pakaiannya menunjukkan ketinggian kedudukannya di masyarakat dari pada lainnya adalah pantas, sehingga dapat menempatkan seseorang pada kedudukannya yang layak. Dalam suatu perjalanan Sayyidatina Aisyah singgah di tempat persinggahan dan menyiapkan makanan. Kemudian seorang pengemis datang, dan beliau berkata: "Berilah pengemis itu uang satu sen!" Sesudah itu ada seseorang yang naik kendaraan lewat; lalu Sayyidatina Aisyah ra berkata: "Ajaklah ia untuk ikut makan !" Beliau ditanya oleh para sahabat: "Tuan putri telah memberi pengemis yang miskin tadi uang satu sen dan mengundang orang yang kaya untuk ikut makan?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya Allah Ta'ala telah menempatkan manusia pada tempat mereka masing-masing. Oleh karena itu kita harus menempatkan mereka pada tempat mereka yang layak. Pengemis yang miskin tadi sudah rela dengan pemberian uang sebanyak satu sen; tetapi buruk bagi kita untuk memberi orang yang keadaannya seperti orang kaya tadi dengan uang satu sen!"

Menjawab salam orang muslim

Rasulullah saw bersabda:
اِذَا سَلَّمَ الْمُسْلِمُ عَلَى الْمُسْلِمِ فَرَدَّ عَلَيْهِ صَلَّتْ عَلَيْهِ الْمَلآئِكَةُ سَبْعِيْنَ مَرَّةً
Apabila seorang muslim memberi salam kepada orang muslim lain, kemudian orang yang diberi salam tersebut menjawab, maka para malaikat memintakan ampun kepada orang yang menjawab salam 70 (tujuh puluh) kali.
Rasulullah saw bersabda:
اِنَّ الْمَلآئِكَةَ تُعْجِبُ مِنَ الْمُسْلِمِ يَمُرُّ عَلَى الْمُسْلِمِ وَلاَ يُسَلِّمُ عَلَيْهِ
Sesungguhnya para malaikat merasa heran terhadap seorang muslim yang melewati orang muslim yang lain dan ia tidak mengucapkan salam kepadanya.
Salam sunnah disampaikan sebelum berbicara dan disunnahkan berjabatan tangan pada waktu memberi salam. Rasulullah saw bersabda:
تَمَامُ تَحِيَّاتِكُمْ بَيْنَكُمْ الْمُصَافَحَةُ
(Kesempurnaan salam di antara kamu sekalian adalah berjabatan tangan.)

Mengunjungi orang sakit

Rasulullah saw bersabda:
اِذَا عَادَ الرَّجُلُ الْمَرِيْضَ خَاضَ فِى الرَّحْمَةِ ، فَاِذَا قَعَدَ عِنْدَهُ قَرَّتْ فِيْهِ
Apabila seseorang mengunjungi orang sakit, maka ia menyeberangi lautan rahmat dan apabila ia duduk di dekat orang yang sakit, maka rahmat tersebut tetap pada dirinya.
Rasulullah saw bersabda:
اِذَا عَادَ الْمُسْلِمُ اَخَاهُ اَوْ زَارَهُ قَالَ اللهُ تَعَالَى : طِبْتَ وَطَابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مَنْزِلاً فِى الْجَنَّةِ
Apabila seseorang muslim mengunjungi saudaranya atau menziarahinya, maka Allah berfirman: "Telah berbuat bagus engkau dan bagus perjalananmu dan engkau akan menempati sebuah rumah di surga".
Rasulullah saw bersabda:
تَمَامُ عِيَادَةِ الْمَرِيْضِ اَنْ يَضَعَ اَحَدُكُمْ يَدَهُ عَلَى جَبْهَتِهِ اَوْ عَلَى يَدِهِ وَيَسْأَلُهُ كَيْفَ هُوَ وَتَمَامُ تَحِيَّاتِكُمْ اَلْمُصَافَحَةُ
Kesempurnaan mengunjungi orang yang sakit hendaklah kau letakkan tangannya pada dahinya atau pada tangannya sambil berkata: "Bagaimana keadaannya?" Dan kesempurnaan salam kamu sekalian adalah berjabatan tangan.

Melakukan salat pada mayit muslim

Rasulullah saw bersabda:
اَلْجِهَادُ وَاجِبٌ مَعَ كُلِّ اَمِيْرٍ بَرًّا كَانَ اَوْ فَاجِرًا وَاِنْ هُوَ عَمِلَ الْكَبَائِرَ . وَالصَّلاَةُ وَاجِبَةٌ عَلَيْكُمْ خَلْفَ كُلِّ مُسْلِمٍ بَرًّا كَانَ اَوْ فَاجِرًا وَاِنْ هُوَ عَمِلَ الْكَبَائِرَ . وَالصَّلاَةُ وَاجِبَةٌ عَلَيْكُمْ وَعَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ بَرًّا كَانَ اَوْ فَاجِرًا وَاِنْ هُوَ عَمِلَ الْكَبَائِرَ
Berjuang bersama setiap pemimpin wajib hukumnya, tak peduli apakah ia orang baik atau orang durhaka meskipun melakukan dosa-dosa besar. Salat bersama setiap imam yang muslim wajib hukumnya, tak peduli apakah ia orang baik atau orang durhaka meskipun melakukan dosa-dosa besar. Dan salat itu wajib atas kamu sekalian dan atas setiap muslim yang mati, tak peduli apakah ia orang baik atau orang durhaka meskipun melakukan dosa-dosa besar.
Maksud hadits di atas adalah bahwa berjuang, salat berjamaah, dan salat janazah adalah fardlu kifayah. Disunnahkan agar jumlah orang yang melakukan salat janazah sebanyak 100 (seratus) orang, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw:
مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ مِائَةٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ غُفِرَتْ ذُنُوْبُهُ
Barangsiapa yang jenazahnya disalatkan oleh 100 orang muslimin, niscaya diampunkan baginya dosa-dosanya.
Syeikh al-Azizi menukil pendapat Syeikh al-Manawi, bahwa yang nampak dari hadits di atas adalah dosa-dosa mayit tersebut diampunkan, sampai dengan dosa-dosa besar.

Cabang iman 65-66 disebutkan dalam bait syair:
شَمِّتْ لِعَاطِشِ مُسْلِمٍ حَمِدَ اْلإِلَهَ * وَابْعُدْ اَخِى عَنْ مُفْسِدٍ لاَتُظْلَمُ
Bacalah tasymit bagi orang muslim yang bersin dan memuji Allah; jauhilah wahai saudaraku orang yang berbuat kerusakan, niscaya engkau tidak dianiaya.

Membaca tasymit bagi orang yang bersin

Tasymit ialah mengucapkan:
يَرْحَمُكَ اللهُ "
Semoga Allah memberi rahmat kepadamu
kepada orang yang bersin dan mengucapkan
اَلْحَمْدُ ِللهِ
Segala puji tetap bagi Allah.
Tasymit berarti mendoakan keselamatan dari musibah, atau mendoakan orang yang bersin agar tetap dalam keadaannya yang semula. Karena bersin terkadang sebagai penyebab leher menjadi bengkok.
Imam al-Ghozali berkata bahwa orang bersin yang didoakan dengan
يَرْحَمُكَ اللهُ
hendaknya menjawab dengan ucapan
يَهْدِيْكُمُ اللهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
Semoga Allah memberi petunjuk kepada kamu dan memperbaiki hatimu sekalian.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud katanya:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا بِقَوْلِهِ : اِذَا عَطِسَ اَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ : اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . فَاِذَا قَالَ ذَلِكَ فَلْيَقُلْ مَنْ عِنْدَهُ : يَرْحَمُكَ اللهُ . فَاِذَا قَالُوْا ذَلِكَ فَلْيَقُلْ : يَغْفِرُ اللهُ لِى وَلَكُمْ
Rasulullah saw telah mengajar kepada kita dengan sabda beliau: "Jika salah seorang dari kamu bersin, hendaklah mengucapkan:
" اَلْحَمْدُ ِللهِِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ "
(Segala puji bagi Allah yang menguasai seluruh alam). Jika orang yang bersin mengucapkan hamdalah tersebut, hendaklah orang-orang yang ada di dekatnya mengucapkan:
" يَرْحَمُكَ اللهُ "
(semoga Allah memberi rahmat kepadamu). Apabila mereka mengucapkan tasymit, hendaklah orang yang bersin mengucapkan:
" يَغْفِرُ اللهُ لِى وَلَكُمْ "
(Semoga Allah mengampuni dosa bagiku dan bagi kamu sekalian).
Rasulullah saw pernah membacakan tasymit untuk seseorang dan tidak membacanya untuk orang lain yang bersin. Orang yang tidak dibacakan tasymit bertanya kepada beliau tentang hal tersebut; lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya orang yang saya bacakan tasymit untuknya tadi, dia membaca hamdalah, sedangkan engkau diam."
Syarat membaca tasymit bagi orang yang bersin:
  1. Membaca hamdalah sesudah bersin.
  2. Bersinnya tidak dibuat-buat dengan mencium bau yang dapat membuat bersin.

Menjauhi setiap orang yang berbuat kerusakan

Orang yang berbuat kerusakan ialah orang kafir, orang yang berbuat bid'ah, orang yang melakukan dosa besar, orang yang melarikan diri dari fitnah yang akan menimpa agama, dan yang enggan berhijrah dari daerah orang kafir ke daerah orang Islam.
Seseorang yang tidak mampu menampakkan agamanya di daerahnya sendiri karena difitnah wajib pindah ke daerah lain yang mampu menampakkan agamanya. Jika seseorang mampu menampakkan agamanya, maka lebih utama tidak berhijrah. Adapun orang yang memiliki kekuatan di daerahnya sendiri atau dapat mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat dan bila berpindah daerahnya akan menjadi kekuasaan musuh, maka ia wajib menetap di daerahnya, sebagaimana keterangan dari Imam Ramli dalam kitab Umdat ar-Rabih.
Imam Ibnu Imad berpendapat bahwa seseorang tidak pantas tinggal bersama dengan orang yang rusak agamanya. Bila ia selamat dan tidak mengikuti perbuatannya yang dosa, maka ia akan terpengaruh sebagian dari akhlaknya karena tabiat akan menyusup dengan cara yang tidak disadari oleh seseorang. Dalam surat al-Isra ayat 84 Allah swt berfirman:
... قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ
Katakan: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing...
Artinya, bahwa setiap orang akan berbuat menurut cara yang telah digambarkan dan menurut pergaulannya. Kata penyair:
عَنِ الْمَرْءِ لاَ تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ قَرِيْنِهِ * فَكُلُّ قَرِيْنٍ بِالْمُــقَارَنِ يَقْـتَدِى
Janganlah kamu tanyakan kelakuan seseorang; tanyakanlah tentang temannya. Karena setiap teman itu akan mengikuti kelakuan orang yang ditemani.
Pengertian dari syair tersebut adalah jika engkau ingin mengetahui kelakuan seseorang, janganlah engkau tanyakan kepadanya, tetapi perhatikanlah siapa orang yang dipergauli. Orang tersebut akan berbuat dengan cara yang dilakukan oleh orang yang ditemani.

Cabang iman 67-69 disebutkan dalam bait syair:
اَكْرِمِ لِجَارٍ ثُمَّ ضَيْفٍ وَاسْتُرَنْ *عَوْرَاتِ اَهْلِ الدِّيْنِ تَاْمَنْ تَغْنَمُ
Muliakan tetangga dan tamu; dan tutuplah aurat-aurat ahli agama, niscaya engkau akan aman lagi beruntung.

Memuliakan tetangga

Memuliakan tetangga maksudnya adalah berbuat baik kepada tetangga dengan jalan: menampakkan wajah yang cerah dan berseri-seri, memberi makanan kepadanya, dan menanggung perbuatan tidak baik yang dilakukan olehnya. Jika tidak mampu berbuat demikian, hendaklah menahan diri untuk tidak menyakiti tetangga.
Rasulullah saw bersabda:
اَحْسِنْ مُجَاوَرَةَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا
Berbuat baiklah dalam mempergauli orang yang menjadi tetanggamu, niscaya engkau menjadi orang muslim.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah ia memuliakan tetangganya.
Dalam hadits yang lain disebutkan:
مَنْ اَرَادَ اَنْ يُحِبَّهُ اللهُ فَعَلَيْهِ بِصِدْقِ الْحَدِيْثِ وَاَدَاءِ اْلاَمَانَةِ وَاَنْ لاَ يُؤْذِيَ جَارَهُ
Barangsiapa yang ingin dicintai oleh Allah ia wajib berkata benar, menunaikan amanat, dan tidak menyakiti tetangganya.
Sabda Rasulullah saw:
اِنَّ الْجَارَ الْفَقِيْرَ يَتَعَلَّقُ بِجَارِهِ الْغَنِيِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَقُوْلُ يَا رَبِّ سَلْ هَذَا لِمَ مَنَعَنِى مَعْرُوْفَهُ
Sesungguhnya tetangga yang fakir akan bergantung kepada tetangganya yang kaya pada hari kiamat seraya berkata: "Wahai Tuhanku, tanyailah tetanggaku ini, mengapa ia mencegah aku terhadap kebaikannya."
Menurut Imam as-Suhaymi, kriteria tetangga ialah orang yang jarak antara rumah Anda dengan rumahnya kurang dari 40 rumah dari berbagai arah.

Memuliakan tamu

Memuliakan tamu artinya berbuat baik dalam menyambut tamu yang datang dengan muka berseri-seri dan ucapan yang bagus, cepat-cepat memberi jamuan yang ada dan melayaninya sendiri, sebagaimana Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan Umar bin Abdul Aziz melayani tamu dengan pribadi beliau sendiri. Kewajiban memberi makan tamu adalah selama tiga hari menurut kadar kemampuannya.
Seyogyanya seseorang tidak perlu memaksakan diri untuk memberi jamuan kepada tamu dengan mengusahakan sesuatu yang tidak dimiliki. Ia cukup menjamu tamu dengan sesuatu yang sudah ada dengan ukuran kemampuannya, tidak perlu dengan upaya meminjam kepada orang lain atau membeli makanan dengan berhutang, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw:
اَنَا وَالأَتْقِيَآءُ مِنْ اُمَّتِى بُرَءَآءُ مِنَ التَّكَلُّفِ
Saya dan umatku yang bertakwa adalah orang-orang yang membebaskan diri dari memaksakan diri.
Rasulullah saw bersabda:
لاَ تَتَكَلَّفُوْا لِلضَّيْفِ فَتَبْغَضُوْهُ فَاِنَّهُ مَنْ اَبْغَضَ الضَّيْفَ فَقَدْ اَبْغَضَ اللهَ وَمَنْ اَبْغَضَ اللهَ اَبْغَضَهُ اللهُ
Janganlah kamu sekalian memaksakan diri untuk menyuguh tamu, sehingga kamu benci kedatangan tamu. Karena sesungguhnya barangsiapa yang membenci tamu, maka ia telah membenci Allah. Dan Barangsiapa yang membenci Allah, niscaya Allah akan membenci dia.
Sahabat Salman al-Farisi berkata bahwa Rasulullah saw telah memerintahkan kepadanya untuk
  1. tidak memaksakan diri dalam memberi jamuan kepada tamu dengan sesuatu yang tidak dimiliki,
  2. memberikan suguhan kepada tamu dengan sesuatu yang sudah ada padanya,
  3. tidak boleh membedakan antara tamu kaya atau fakir dalam memberikan suguhan; karena tamu yang masuk ke dalam rumah adalah membawa rahmat dan keluar bersama dosa pemilik rumah.

Dalam salah satu hadits, Rasulullah saw bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ مُؤْمِنٍ يَأْتِيْهِ ضَيْفٌ فَيَنْظُرُ فِى وَجْهِهِ بِبِشَاشَةٍ اِلاَّ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النَّارِ
Seseorang beriman yang kedatangan tamu kemudian memandang muka tamu tersebut dengan wajah berseri-seri, niscaya diharamkan jasadnya masuk neraka oleh Allah.
Diriwayatkan dari sahabat Abu Darda' dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda:
اِذَا اَكَلَ اَحَدُكُمْ مَعَ الضَّيْفِ فَلْيُلْقِمَهُ بِيَدِهِ . فَاِذَا فَعَلَ ذلِكَ كَتَبَ اللهُ لَهُ عَمَلَ سَنَةٍ صِيَامِ نَهَارِهَا وَقِيَامِ لَيْلِهَا
Apabila salah seorang dari kamu sekalian makan bersama tamu, hendaklah dia menyuapi tamu dengan tangannya. Apabila ia melakukan demikian, maka Allah mencatat baginya amal satu tahun, yang dilakukan puasa siang harinya dan salat pada malam harinya.
Imam Ahmad as-Suhaymi dan Ahmad bin Imad menuturkan bahwa Nabi Ibrahim as apabila ingin makan, beliau berjalan satu sampai dua mil untuk mencari tamu yang diajak makan bersama. Beliau diberi julukan bapak tamu. Beliau ingin membuat jamuan bagi umat Muhammad saw sampai hari kiamat. Lalu Allah swt berfirman kepada beliau: "Sesungguhnya engkau tidak mampu berbuat demikian!" Nabi Ibrahim berdatang sembah: "Wahai Tuhanku, Engkau Maha Mengetahui keadaan hamba dan Maha Kuasa mengabulkan permohonan hamba!" Kemudian Allah mengabulkan permohonannya dan memerintahkan kepada Malaikat Jibril as untuk memberikan segenggam kapur surga kepada Nabi Ibrahim as, serta memerintahkan kepada Nabi Ibrahim untuk naik ke atas gunung Abi Qubaisy dan meniupkan kapur tersebut ke udara. Nabi Ibrahim as melakukan petunjuk Malaikat Jibril, dan tersebarlah kapur tersebut di muka bumi. Setiap tempat yang kejatuhan sebagian dari kapur tersebut airnya berubah menjadi asin karena mengandung garam sampai hari kiamat. Dengan demikian semua garam yang ada di bumi ini adalah suguhan dari Nabi Ibrahim as.
Adapun tatakrama dari orang yang menjadi tamu adalah cepat-cepat memenuhi keinginan tuan rumah dalam beberapa hal antara lain makan makanan dan tidak beralasan sudah kenyang dan makan semampunya.

Menutupi aurat atau cacat orang mukmin

Abu Ali ad-Daqqaq menceriterakan bahwa ada seorang wanita datang kepada Syeikh Hatim bin Alwan al-Asham, semoga Allah mensucikan rahasianya, untuk bertanya tentang sesuatu masalah. Wanita tersebut kentut di hadapan Syeikh Hatim, sehingga muka wanita tersebut menjadi pucat karena malu. Melihat hal tersebut, Syeikh Hatim berkata kepada wanita tersebut: "Keraskanlah suaramu!" Dengan ucapan tersebut Syeikh Hatim memperlihatkan kepada wanita tersebut bahwa beliau tuli; sehingga wanita tersebut senang hatinya dan berpendapat bahwa Syeikh Hatim tidak mendengar suara kentutnya. Itulah sebabnya Syeikh Hatim terkenal dengan nama al-Asham (orang yang tuli).
Syeikh Ibnul 'Imad mengatakan bahwa menyebutkan kesalahan orang lain karena tujuan yang benar menurut syara', yang tujuan tersebut tidak dapat terpenuhi kecuali dengan menyebutkan kesalahan tersebut adalah diperbolehkan dalam 15 (limabelas) hal:
  1. Menunjukkan kepada ucapan yang benar. Misalnya Anda mendengar seseorang mengucapkan ucapan yang mungkar; maka seyogyanya Anda mengatakan kepadanya: "Anda telah berkata demikian dan demikian. Ucapan itu tidak sesuai; yang benar adalah demikian!"
  2. Memberi nasihat kepada orang yang meminta petunjuk dalam persoalan nikah, menitipkan amanat, atau lainnya. Anda wajib memberitahukan kepadanya keadaan yang sebenarnya dari orang yang dinikahkan atau dititipi amanat, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw:
    اِذَا اسْتَنْصَحَ اَحَدُكُمْ اَخَاهُ فَلْيَنْصَحْ لَهُ
    Jika salah seorang dari kamu sekalian meminta nasihat kepada saudaranya, maka hendaklah ia memberi nasihat kepadanya.
  3. Mengingatkan orang alim yang salah kepada pengikutnya. Misalnya, apabila ada seseorang bertanya kepada Anda tentang sesuatu masalah, kemudian ia mengatakan: "Kyai saya mengatakan demikian dan demikian." Anda boleh mengatakan: "Kyai saudara salah!" Termasuk juga ucapan para pengarang kitab dalam kitab-kitab mereka: "Si Fulan berkata demikian. Beliau adalah salah!" dan lain sebagainya. Hal itu diperbolehkan jika dimaksudkan untuk menjelaskan kesalahannya agar tidak diikuti. Jika tidak demikian, maka hukumnya haram.
  4. Minta tolong untuk mengubah kemungkaran, seperti ucapan Anda kepada orang yang Anda harapkan kemampuannya untuk menghapus kemungkaran: "Si Fulan telah melakukan demikian, maka tolonglah saya untuk mencegahnya." Hal ini diperbolehkan dengan syarat apabila maksudnya adalah untuk meminta bantuan guna melenyapkan kemungkaran. Jika tidak demikian maksudnya, hukumnya haram.
  5. Mengenal identitas seseorang, seperti ucapan Anda: "Fulan si juling, atau lainnya. Hal ini diperbolehkan apabila identitas si Fulan tidak dikenal kecuali dengan menyebut cacatnya, karena kebetulan orang yang bernama Fulan banyak. Jika identitas si Fulan dapat dikenal tanpa menyebutkan cacatnya, maka lebih utama tidak usah menyebutkan cacatnya. Kebolehan menyebutkan cacat si Fulan disyaratkan dengan maksud untuk mengenal. Jika maksudnya untuk mencela, hukumnya haram.
  6. Menjaga kerusakan, seperti ucapan Anda kepada saksi yang tidak adil: "Orang ini tidak sah untuk menjadi saksi, karena ia telah melakukan demikian dan demikian."
  7. Meminta fatwa, seperti ucapan Anda kepada orang yang dimintai fatwa: "Ayahku, suamiku, atau saudaraku telah berbuat dhalim kepadaku. Bagaimanakah jalan keluar untuk menyelamatkan diri dari kedhaliman tersebut?" Jika dapat menggunakan kata sindiran lebih baik, misalnya: "Bagaimana pendapat Anda mengenai seseorang yang dianiaya oleh bapaknya, suaminya, atau saudaranya?" Namun apabila menyebutkan dengan jelas, diperbolehkan dengan alasan ini, sebagaimana pendapat Imam al-Ghazali.
  8. Mencegah perbuatan fasik seseorang yang tidak menutupi perbuatan cacatnya, misal orang yang menceriterakan perbuatan zina dan dosa-dosa besar yang dilakukan. Anda boleh menuturkan perbuatan fasik yang dilakukan dan bukan perbuatan cacat lainnya, dengan syarat apabila Anda bermaksud agar orang yang Anda beritahu mau menyampaikan kepadanya, sehingga ia berhenti dari perbuatannya yang fasik. Kebolehan menuturkan cacat seseorang di sini adalah jika ia menceriterakan perbuatan fasik yang telah dilakukan dengan perasaan bangga. Akan tetapi jika ia menceriterakan dengan perasaan menyesal dan taubat, maka haram menuturkannya karena sama dengan mengghibah. Jika orang yang menampakkan perbuatan fasik adalah orang alim, maka haram mengghibahnya secara mutlak. Karena jika orang awam mendengar perbuatan fasik si alim tersebut, maka dosa-dosa besar tersebut bagi orang awam menjadi remeh, sehingga mereka berani melakukannya.
  9. Memperingatkan seseorang dari kejahatan orang lain. Apabila Anda melihat seseorang yang ingin berkumpul (kerja sama) dengan orang yang mempunyai cacat, maka Anda boleh menyebutkan cacat tersebut kepada orang yang akan diajak kerja sama, jika sekiranya orang yang akan diajak kerja sama tidak dapat tercegah dari kejahatannya tanpa diberi tahu. Jika tidak dengan maksud demikian, maka penyebutan catat tersebut haram.
  10. Menuturkan cacat orang yang menampakkan perbuatan bid'ah.
  11. Menuturkan cacat orang yang menyembunyikan perbuatan bid'ahnya.
  12. Menuturkan kesalahan lawan kepada hakim pada waktu ada dakwaan atau pertanyaan.
  13. Menyebutkan catat orang yang dhalim yang mengadukan kepada jaksa atau penguasa.
  14. Menuturkan cacat orang kafir yang memusuhi kaum muslimin. Orang kafir yang tidak memusuhi kaum muslimin tidak boleh dituturkan cacatnya.
  15. Menuturkan cacat orang yang murtad, dalam arti bukan orang yang meninggalkan salat fardlu.

Imam Ahmad as-Suhaymi menceriterakan kisah Ibnu Arabi dalam kitab "Lubab at-Thalibin". Ibnul Arabi berkata bahwa setiap orang Islam sepatutnya berkeyakinan bahwasanya kesalahan yang dilakukan oleh anak cucu Rasulullah saw tidak boleh dicela karena telah dimaafkan oleh Allah. Hal tersebut didasarkan atas kisah yang dialami Ibnu Arabi tentang keadaan anak cucu Rasulullah saw. Seorang yang tsiqah (tepercaya beritanya) menceriterakan kepada Ibnul Arabi di kota Makkah: "Saya membenci apa yang dilakukan oleh anak cucu Rasulullah saw terhadap orang-orang di kota Makkah." Ketika tidur Ibnul Arabi melihat Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah saw berpaling darinya. Ibnu Arabi memberi salam kepada beliau dan bertanya tentang sebab beliau berpaling. Beliau bersabda: "Sungguh engkau telah mencela orang-orang yang mulia!" Ibnu Arabi bertanya: "Wahai Sayyidattina Fatimah, apakah tuan putri tidak melihat apa yang mereka lakukan terhadap orang-orang?" Beliau bersabda: "Bukankah mereka itu anak cucu saya?" Lalu Ibnul Arabi berkata kepada beliau: "Sejak sekarang aku bertaubat!" Kemudian Sayyidatina Fatimah menghadap kepadanya dan ia terbangun dari tidurnya.

Cabang iman 70-74 disebutkan dalam bait syair:
وَاصْبِرْ تَزَهَّدْ وَائْتِيَنَّ بِغِيْرَةٍ * اَعْرِضْ عَنْ الْمَلْغَاةِ جُدْ تَتَكَرَّمُ
Bersabarlah, berzuhudlah, dan benar-benarlah engkau cemburu; berpalinglah dari hal yang tidak berguna, berbuatlah dermawan, niscaya engkau menjadi orang mulia.

Sabar dalam ketaatan hingga selesai melaksanakannya

Selain kesabaran dalam melakukan ketaatan sampai ketaatan tersebut terselesaikan, kesabaran juga diperlukan dalam beberapa hal seperti:
  • bersabar mengalami musibah duniawi, sekira hatinya tidak marah terhadap musibah tersebut,
  • bersabar dalam menjauhi kemaksiatan, sehingga tidak jatuh dalam kemaksiatan tersebut, dan
  • bersabar terhadap menghadapi kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dengan jalan tidak membalas kejahatannya, dan hendaklah hatinya rela serta memaafkan kesalahan tersebut.
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumiddin berkata bahwa sabar itu ada dua macam:
  1. Kesabaran jasmani, seperti menahan penderitaan yang menimpa badan. Sabar yang demikian terkadang dengan amal perbuatan, seperti terus menerus melakukan pekerjaan ibadah yang berat dan lainnya, dan terkadang dengan menahan penderitaan, seperti sabar terhadap pukulan yang sangat berat dan penyakit yang parah. Sabar yang demikian adalah terpuji apabila sesuai dengan syariat Islam.
  2. Sabar kejiwaan. Jenis kesabaran kejiwaan dapat dikategorikan menjadi:
  3. Iffah, atau sikap perwira jika berasal dari keinginan perut dan kemaluan;
  4. Sabar, jika berasal dari musibah, kebalikannya adalah "kegelisahan";
  5. Menekan nafsu, jika dalam keadaan kaya, kebalikannya adalah "sombong";
  6. Pemberani, jika dalam keadaan peperangan, kebalikannya adalah "licik";
  7. Penyantun, jika dalam keadaan menahan marah, kebalikannya adalah "marah" dan "menggerutu";
  8. Kelapangan data, jika dalam keadaan yang menggelisahkan, kebalikannya adalah "kegelisahan" dan "kesempitan dada";
  9. Menyimpan rahasia, jika dalam keadaan menyembunyikan omongan dan orang yang melakukannya disebut "penyimpan rahasia";
  10. Zuhud, jika dari hidup yang berlebihan, kebalikannya adalah "tamak" atau "loba";
  11. Qanaah, jika kesabaran tersebut terhadap bagian yang sedikit, kebalikannya adalah "rakus".
Dengan demikian kebanyakan dari akhlak keimanan masuk pada kategori sabar. Oleh karena itu Rasulullah saw bersabda:
اَلصَّبْرُ نِصْفُ الإِيْمَانِ وَالْيَقِيْنُ اَْلإِيْمَانُ كُلُّهُ
Sabar adalah separuh iman, sedangkan keyakinan adalah iman seluruhnya.

Zuhud

Zuhud adalah mencukupkan diri pada kadar keperluan dari hal-hal yang diyakini kehalalannya. Pengertian ini adalah zuhud bagi orang-orang ahli marifat. Adapun zuhud dalam arti meninggalkan yang haram adalah kewajiban umum yang harus dilakukan oleh semua orang. Ada yang berpendapat bahwa zuhud adalah membagi-bagikan harta yang sudah dikumpulkan, meninggalkan mencari sesuatu yang sudah hilang, dan mendahulukan orang lain dari pada dirinya sendiri pada waktu ada makanan. Imam al-Ghazali berkata bahwa zuhud adalah apabila seseorang meninggalkan kesenangan dunia karena pengetahuannya akan kehinaan dunia dibandingkan dengan akhirat yang sangat mahal. Zuhud bukan berarti meninggalkan harta dan mengorbankannya mengikuti jalan kedermawanan dan mengikuti jalan kecenderungan hati, serta mengikuti jalan ketamakan. Karena hal itu semuanya adalah termasuk adat kebiasaan yang baik; dan peribadatan tidak termasuk dalam adat kebiasaan.

Cemburu dan tidak membiarkan isteri bercumbu rayu dengan laki-laki lain

Setiap laki-laki seyogyanya memiliki sifat cemburu pada waktu melihat sesuatu yang menyalahi hukum syara' dan pada waktu terdapat keraguan dalam hatinya. Berbeda dengan sangkaan buruk kepada seseorang tanpa ada keraguan yang dicela oleh agama. Manusia yang paling mulia dan paling tinggi himmahnya adalah orang yang lebih kuat kecemburuannya terhadap nafsunya sendiri, terhadap keistimewaan dirinya dan orang-orang mukmin pada umumnya.
Rasulullah saw bersabda:
اَلْغِيْرَةُ مِنَ الإِيْمَانِ وَالْمِذَاءُ مِنَ النِّفَاقِ . رواه البزار والبيهقي
Cemburu adalah termasuk iman dan membiarkan isteri bercumbu rayu dengan laki-laki lain adalah termasuk kemunafikan. H.R. al-Bazzar dan al-Baihaqi.
Allah swt telah menulis di pintu surga sebagai berikut: "Engkau adalah haram bagi orang yang rela terhadap perbuatan jelek yang dilakukan isterinya". Orang yang rela isterinya berbuat serong tidak dapat masuk surga. Sesungguhnya tujuh langit, tujuh bumi, serta gunung-gunung melaknat orang yang berbuat zina dan orang yang rela isterinya berbuat serong. Laknat tersebut akan diterima jika ia mengetahui dan mendiamkan. Jika suami tidak mengetahui, maka tidak pantas berburuk sangka, meneliti permasalahan yang tidak tampak, dan memeriksa aurat orang lain; karena yang demikian itu dicela oleh syariat Islam.

Berpaling dari omongan yang tidak berguna

Rasulullah saw bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا اَوْ لِيَصْمُتْ
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah berkata yang baik atau diam. H.R. Bukhari dan Muslim.
Maksud hadits di atas ialah Barangsiapa yang beriman dengan iman yang sempurna kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia berbicara mengenai apa saja yang ada manfaat baginya, seperti mengucapkan kalimat yang benar kepada orang yang dhalim, atau hendaklah ia diam dari omongan yang sama sekali tidak ada manfaat baginya.
Dikisahkan, ada seorang laki-laki berkata kepada orang yang ahli makrifat: "Berilah aku wasiat!" Beliau berkata: "Buatlah sampul bagi agamamu seperti sampul mushaf agar kamu tidak mengotori agamamu!" Laki-laki tersebut bertanya: "Apakah sampul agama itu?" Beliau berkata: "Meninggalkan omongan kecuali omongan yang harus diucapkan; meninggalkan mempergauli manusia kecuali pergaulan yang harus dilakukan; meninggalkan mencari kesenangan dunia kecuali kesenangan yang wajib diambil."
Menurut Imam as-Suhaymi, apabila seseorang dipaksa untuk mengucapkan ucapan yang jelek atau dipaksa diam dari ucapan yang baik, atau takut bencana yang akan menimpa dirinya karena mengucapkan hal yang baik, maka dia diberi udzur dan dimaafkan oleh Allah.

Dermawan

Dermawan adalah membelanjakan harta dalam hal-hal yang dipuji oleh syariat Islam. Imam al-Ghazali berpendapat bahwa dermawan adalah tengah-tengah antara "menghambur-hamburkan harta" dan "pelit"; antara membuka tangan dan menggenggamnya. Antara membelanjakan harta dan menahannya hendaknya diperkirakan menurut ukuran kewajiban. Hal itu tidak cukup dilakukan dengan anggauta badan saja, selama hatinya tak senang dan menentang terhadap perbuatannya.
Sabda Rasulullah saw dalam hadits riwayat Ibnu Abbas ra:
تَجَافَوْا عَنْ ذَنْبِ السَّخِيِّ فَاِنَّ اللهَ آخِذٌ بِيَدِهِ كُلَّمَا عَثَرَ
Menyingkirlah kamu sekalian dari dosa orang yang dermawan, karena sesungguhnya Allah akan membimbing tangannya setiap kali dia jatuh.
Sahabat Ibnu Mas'ud ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
اَلرِّزْقُ اِلَى مُطْعِمِ الطَّعَامِ اَسْرَعُ مِنَ السِّكِّيْنِ اِلَى ذَرْوَةِ الْبَعِيْرِ ، وَاِنَّ اللهَ تَعَالَى يُبَاهِى بِمُطْعِمِ الطَّعَامِ الْمَلاَئِكَةَ
Rezeki kepada orang yang memberi makan adalah jauh lebih cepat dari pada kecepatan pisau memotong punuk (daging yang menonjol ke atas pada punggung) unta. Dan sesungguhnya Allah Ta'ala membanggakan orang yang memberi makan kepada para malaikat.
Sebagian ulama berkata bahwa sesungguhnya dalam kitab suci yang empat ada lafal-lafal yang sesuai. Keempat kitab tersebut pertama kali diturunkan dalam bahasa Arab, kemudian diterjemahkan oleh Nabi dengan bahasa kaumnya:
  1. Dalam kitab Taurat disebutkan:
    اَلْكَرِيْمُ لاَ يُضَامُ اَبَدًا
    Orang yang dermawan tidak akan ditimpa bahaya selamanya.
  2. Dalam kitab Injil disebutkan:
    اَلْبَخِيْلُ يَأْكُلُ أَمْوَالَهُ الْعِدَا
    Harta orang yang bakhil akan dimakan oleh musuhnya.
  3. Dalam kitab Zabur disebutkan:
    اَلْحَسُوْدُ لاَ يَسُوْدُ أَبَدًا
    Orang yang hasud tidak akan bahagia selamanya.
  4. Dalam al-Qur'an surat al-A'raf ayat 58 Allah swt berfirman:
    وَالَّذِى خَبُثَ لاَ يَخْرُجُ اِلاَّ نَكِدًا
    ... dan tanah yang tidak subur, tanamannya hanya tumbuh merana.
Hikayat
Abdullah bin al-Mubarak berkata bahwa pada suatu waktu ia melakukan ibadah haji. Ia tidur di Hijir Ismail dan bermimpi melihat Rasululllah saw dan beliau bersabda kepadanya: "Jika engkau kembali ke Baghdad, masuklah ke tempat demikian dan demikian. Carilah Pendeta Majusi dan sampaikan salamku kepadanya serta katakan kepadanya bahwa sesungguhnya Allah Ta'ala meridlainya." Ia terbangun dan berkata:
"لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
Tiada daya untuk menyingkir dari kemaksiatan dan tiada kekuatan untuk melakukan ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Ini adalah mimpi dari syaithan. Kemudian ia berwudlu, salat, dan melakukan thawaf, sampai mengantuk dan tertidur, lalu ia bermimpi seperti tersebut sampai tiga kali. Setelah ia menyempurnakan ibadah haji dan pulang ke Baghdad, ia menanyakan tempat dan rumah yang disebut dalam mimpi. Di tempat tersebut ia mendapatkan seorang tua, lalu ia terjadi dialog:
Abdullah: Apakah Anda pendeta Majusi?
Pendeta: Ya!
Abdullah: Apakah Anda mempunyai kebaikan di sisi Allah?
Pendeta: Ya, saya mempunyai empat orang anak perempuan dan empat orang anak laki-laki. Keempat orang anak perempuan saya, saya kawinkan dengan empat orang anak laki-laki saya!
Abdullah: Ini haram! Apakah Anda mempunyai amal selain itu?
Pendeta: Ya, saya membuat walimah untuk orang-orang Majusi pada saat saya mengawinkan anak-anak perempuan saya!
Abdullah: Ini haram! Apakah Anda mempunyai amal selain itu?
Pendeta: Ya, saya mempunyai seorang anak perempuan yang paling cantik, tak ada wanita lain yang menandingi kecantikannya; lalu aku kawini sendiri. Pada malam pertama aku mengumpulinya, aku mengadakan pesta perkawinan. Pada waktu itu orang Majusi yang hadir lebih dari 1000 (seribu) orang.
Abdullah: Ini juga haram! Apakah Anda mempunyai amal selain itu?
Pendeta: Ya, pada malam aku menyetubuhi anak perempuanku, datang seorang wanita muslimat dari agama Tuan, yang menggunakan suluh (penerangan) dari lampu saya. Kemudian ia menyalakan lampu dan keluar. Perempuan tersebut memadamkan lampu dan kembali; lalu aku masuk. Perempuan itu melakukan hal tersebut tiga kali, sehingga aku bergumam: "Barangkali wanita ini adalah mata-mata dari pencuri!" Kemudian aku keluar mengikutinya. Tatkala ia masuk ke rumahnya dan menjumpai anak-anak perempuannya, mereka bertanya: "Wahai Ibu, apakah Ibu datang dengan membawa sesuatu bagi kami? Sesungguhnya kami sudah tidak mampu dan sabar menahan lapar!". Perempuan tersebut mencucurkan air mata dan berkata: "Saya malu kepada Tuhan untuk meminta kepada seseorang selain Dia; lebih-lebih dari musuh Allah, yaitu orang Majusi!". Setelah aku mendengar omongannya, aku pulang ke rumah dan mengambil sebuah talam, lalu aku penuhi dengan semua jenis makanan dan aku bawa sendiri ke rumahnya.
Abdullah: Ini adalah suatu kebaikan; dan Anda mendapat kabar gembira.
Kemudian Abdullah bin al-Mubarak memberi kabar gembira kepadanya tentang mimpi pertemuannya dengan Rasulullah saw dan diceriterakan kepadanya isi mimpi tersebut. Setelah mendengar ceritera itu, Pendeta Majusi tersebut mengucapkan dua kalimah syahadat, kemudian dia jatuh tersungkur dan mati. Abdullah bin al-Mubarak memandikannya, mengkafani, melakukan salat janazah atasnya, dan menguburkannya. Ia berkata: "Wahai para hamba Allah, lakukanlah perbuatan dermawan kepada sesama makhluk Allah, karena kedermawanan itu dapat mengubah para musuh menjadi kekasih."

Cabang iman 75-76 disebutkan dalam bait syair:
وَقِّرْ كَبِيْرًا وَارْحَمَنَّ صَغِيْرَنَا * أَصْلِحْ لِهَجْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَتُكْرَمُ
Hormatilah orang tua dan sayangilah anak muda; damaikan perselisihan di antara orang-orang muslim, niscaya Anda dimuliakan.

Menghormat orang tua dan menyayangi anak muda

Rasulullah saw bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا وَلَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَلَمْ يَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
Bukanlah golongan kami orang muda yang tidak menghormati orang tua, orang tua yang tidak menyayangi anak muda, dan orang yang tidak mengetahui hak orang alim.
Rasulullah saw bersabda:
مِنْ اِجْلاَلِ اللهِ اِكْرَامُ ذِى الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ
Termasuk mengagungkan Allah adalah memuliakan orang yang sudah beruban yang beragama Islam.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah saw bersabda:
اِنَّ اللهَ تَعَالَى يَنْظُرُ اِلَى وَجْهِ الشَّيْخِ صَبَاحًا وَمَسَآءً وَيَقُوْلُ : يَا عَبْدِى قَدْ كَبُرَ سِنُّكَ وَرَقَّ جِلْدُكَ وَدَقَّ عَظْمُكَ وَاقْتَرَبَ اَجَلُكَ وَحَانَ قُدُوْمُكَ اِلَيَّ فَاسْتَحِ مِنِّى فَاَنَا اَسْتَحْيِى مِنْ شَيْبَتِكَ اَنْ اُعَذِّبَكَ فِى النَّارِ
Sesungguhnya Allah Ta'ala memandang ke wajah orang yang sudah tua pada waktu pagi dan petang seraya berfirman: "Wahai hamba-Ku, umurmu sudah tua, kulitmu sudah berkeriput, tulangmu sudah rapuh, ajalmu sudah dekat, dan sudah tiba saatnya engkau menghadap kepada-Ku. Oleh karena itu malulah engkau kepada-Ku, niscaya Aku malu menyiksa engkau dalam neraka karena ubanmu".
Diceriterakan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra pergi ke masjid dengan bergegas untuk melakukan salat berjamaah subuh. Dalam perjalanannya, beliau bertemu seorang tua yang berjalan di depannya dengan tenang dan anggun di gang jalan. Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra tidak berani mendahului karena memuliakan dan menghormati orang tua tersebut sebab ubannya, sampai waktu terbit matahari tiba. Ketika orang tua tersebut dekat pintu masjid, ia tidak masuk ke dalam masjid, maka tahulah Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra bahwa orang tua tersebut adalah orang Nasrani.
Kemudian Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra masuk ke dalam masjid dan mendapatkan Rasulullah saw dalam keadaan ruku'. Setelah Rasulullah saw selesai melakukan salat, para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, mengapa Rasulullah memanjangkan ruku' dalam salat ini? Rasulullah belum pernah melakukan seperti ini!"
Rasulullah saw bersabda: "Pada waktu saya ruku' dan membaca:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ
Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung.
Sebagaimana wiridanku, dan aku ingin mengangkat kepalaku, datanglah Malaikat Jibril dan meletakkan sayapnya di atas punggungku dan memegang saya dalam waktu yang lama. Tatkala Jibril mengangkat sayapnya, maka aku mengangkat kepalaku." Para sahabat berkata: "Mengapa Malaikat Jibril melakukan ini?" Rasulullah saw bersabda: "Aku tidak bertanya tentang hal tersebut!"
Kemudian Jibril datang dan berkata: "Wahai Muhammad, sesungguhnya Ali bin Abi Thalib ra bergegas untuk melakukan salat berjamaah; kemudian di jalan bertemu dengan seorang Nasrani, sedangkan ia tidak tahu bahwa orang tersebut adalah orang Nasrani. Ia menghormatinya karena ubannya dan tidak berani mendahuluinya. Kemudian Allah swt memerintahkan kepadaku untuk memegangi engkau dalam keadaan ruku', agar Ali dapat mengikuti jamaah salat subuh besertamu." Allah memerintahkan kepada Malaikat Mikail untuk memegangi matahari dengan sayapnya, sehingga matahari tidak terbit karena penghormatan Ali ra kepada orang tua.
Rasulullah saw bersabda:
لَيْسَ الرَّحِيْمُ الَّذِى يَرْحَمُ نَفْسَهُ وَاَهْلَهُ خَآصَّةً وَلكِنَّ الرَّحِيْمَ الَّذِى يَرْحَمُ الْمُسْلِمِيْنَ
Penyayang bukanlah orang yang menyayangi dirinya dan keluarganya secara khusus, tetapi penyayang adalah orang yang menyayangi orang-orang muslim.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ مَسَحَ عَلَى رَأْسِ يَتِيْمٍ كَانَ لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ تَمُدُّ عَلَيْهَا يَدُهُ نُوْرٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim, maka setiap rambut yang dijangkau oleh tangannya akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat.
Hikayat:
Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra menceriterakan bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad saw seraya bermohon: "Wahai Rasulullah, saya telah berbuat maksiat. Oleh karena itu sucikanlah diriku!"
Rasulullah saw bersabda: "Apa dosamu?"
Ia berkata: "Aku malu mengucapkannya!"
Rasulullah saw bersabda: "Mengapa engkau malu kepadaku untuk memberitahukan kepadaku tentang dosamu dan tidak malu kepada Allah, sedangkan Allah melihatmu? Berdirilah dan pergilah engkau dariku, agar api tidak turun kepada kita!"
Laki-laki tersebut pergi dari sisi Rasulullah dalam keadaan menyesal, putus asa, dan menangis.
Kemudian Malaikat Jibril datang dan berkata: "Wahai Muhammad, mengapa engkau membuat putus asa orang berbuat maksiat, sedangkan ia mempunyai tebusan bagi dosanya meskipun dosanya banyak?"
Rasulullah bersabda: "Apakah tebusannya?"
Jibril menjawab: "Ia mempunyai anak laki-laki yang masih kecil. Setiap ia masuk ke dalam rumahnya dan anaknya menjumpainya, ia memberinya sesuatu makanan atau memberikan sesuatu yang dapat menggembirakannya. Jika anak tersebut bergembira, niscaya kegembiraannya menjadi tebusan baginya."

Mendamaikan pertikaian di antara orang muslim bila dijumpai caranya

Dalam surat al-Hujurat ayat 10 Allah swt berfirman:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوْا اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.
Dalam surat an-Nisa ayat 85 Allah swt berfirman:
مَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَكُنْ لَّهُ نَصِيْبٌ مِنْهَا ... الآية
Barangsiapa yang memberikan syafaat yang baik, niscaya dia akan memperoleh bagian (pahala) dari padanya ..."
Rasulullah saw bersabda:
اَلاَ اُخْبِرُكُمْ بِاَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصَّلاَةِ وَالصِّيَامِ وَالصَّدَقَةِ ؟ قَالُوْا : بَلَى . قَالَ : اِصْلاَحُ ذَاتِ الْبَيْنِ
Perhatian, aku akan mengkhabarkan kepada kamu sekalian tentang amal yang lebih utama dari pada derajat salat, puasa, dan sedekah!" Para sahabat berkata: "Baik!" Beliau bersabda: "Mendamaikan dua orang yang berselisih!"
Rasulullah saw bersabda:
اَفْضَلُ الصَّدَقَةِ اِصْلاَحُ ذَاتِ الْبَيْنِ
Sedekah yang paling utama adalah mendamaikan dua orang yang berseteru.
Rasulullah saw bersabda:
لَيْسَ بِكَذَّابٍ مَنْ اَصْلَحَ بَيْنَ اثْنَيْنِ فَقَالَ خَيْرًا
Orang yang mendamaikan di antara dua orang dan dia berkata baik bukanlah pendusta.
Rasulullah saw bersabda:
اَفْضَلُ الصَّدَقَةِ اَنْ تُعِيْنَ بِجَاهِكَ مَنْ لاَ جَاهَ لَهُ
Sedekah yang paling utama ialah apabila Anda membantu dengan pangkat Anda kepada orang yang sama sekali tidak mempunyai pangkat.
Ketahuilah bahwa orang muslim yang mendiamkan (tidak mengajak bicara) orang muslim lainnya melebihi tiga hari, meskipun ia sedang marah kepadanya adalah haram. Jika keduanya sedang berhadap-hadapan dan tidak mau berbicara kepadanya, meskipun dengan memberi salam, kecuali karena udzur syara', seperti keadaan orang yang didiamkan adalah orang yang fasik atau ahli bid'ah, maka hukumnya tidak haram; meskipun mendiamkannya tidak memberi faedah kepada orang yang didiamkan, seperti meninggalkan perbuatan fasiknya.
Benar, andaikata seseorang mengetahui bahwa mendiamkannya akan membawa orang yang didiamkan bertambah fasik, maka dilarang mendiamkannya. Andai tidak berhadapan, maka hukumnya tidak haram meskipun bertahun-tahun, sebagaimana keterangan Imam al-Mudabighi.
Rasulullah saw bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ اَنْ يَهْجُرَ اَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثَةِ اَيَّامٍ ؛ فَمَنْ هَجَرَهُ فَوْقَ ثَلاَثٍ فَمَاتَ دَخَلَ النَّارَ
Tidak halal bagi seseorang muslim untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Barangsiapa yang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari, kemudian mati, maka ia masuk neraka.

Cabang iman 77 disebutkan dalam bait syair:
وَاحْبُبْ لِنَاسٍ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ * حَتَّى تَكُوْنَ بِجَنَّةٍ تَتَنَــعَّمُ
Cintailah manusia seperti engkau mencintai dirimu sehingga engkau menjadi orang yang bernikmat-nikmat dengan surga.

Mencintai orang lain sebagaimana mencintai diri sendiri

Rasulullah saw bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لاَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ . رواه البخارى ومسلم
Tidak beriman salah seorang dari kamu sekalian, sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya.
Imam as-Suhaymi dalam menafsiri hadits di atas mengatakan bahwa iman seseorang tidak sempurna sehingga ia mencintai untuk setiap saudara, meskipun kafir, tanpa mengistimewakan kecintaannya kepada seseorang melebihi orang lain, apa yang dicintai untuk dirinya sendiri, seperti ketaatan dan kesenangan-kesenangan dunia yang mubah. Artinya, hendaklah engkau berbuat apa saja untuk seseorang seperti engkau menyukai seseorang berbuat apa saja untukmu. Engkau memperlakukan ia dengan perlakuan yang engkau sukai agar ia memperlakukan engkau. Engkau menasihati dia seperti engkau menasihati dirimu sendiri. Engkau menghukum ia dengan hukum yang engkau sukai agar ia menghukum engkau. Engkau tidak membalas perbuatannya yang menyakitimu. Engkau tidak mengurangi kehormatannya. Jika engkau melihat ia melakukan kebaikan, hendaklah kebaikannya engkau tampakkan. Namun jika engkau melihat ia melakukan hal jelek, engkau tutupi.
Rasulullah saw bersabda:
اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمنُ ، اِرْحَمُوْا مَنْ فِى الاَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ
Para penyayang akan disayangi oleh Dzat Yang Maha Penyayang. Sayangilah siapa saja yang ada di bumi, niscaya siapa saja yang ada di langit akan menyayangi kamu.
Diriwayatkan dari Mujahid dan Salman ra dari Nabi Muhammad saw bahwa sesungguhnya beliau bersabda:
مَنْ حَفِظَ عَلَى اُمَّتِى هَذِهِ اْلاَرْبَعِيْنَ حَدِيْثًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَحَشَرَهُ اللهُ تَعَالَى مَعَ الاَنْبِيَاءِ وَالْعُلَمَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ . فَقُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، اَيُّ الاَرْبَعِيْنَ حَدِيْثًا؟ قَالَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : اَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَالْمَلآئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّيْنَ وَالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ وَبِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ مِنَ اللهِ تَعَالَى . وَتَشْهَدَ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ . وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ بِإِسْبَاغِ الْوُضُوْءِ لِوَقْتِهَا بِتَمَامِ رُكُوْعِهَا وَسُجُوْدِهَا . وَتُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ بِحَقِّهَا . وَتَصُوْمَ شَهْرَ رَمَضَانَ . وَتَحُجَّ الْبَيْتَ اِنِ اسْتَطَعْتَ اِلَيْهِ سَبِيْلاً . وَتُصَلِّيَ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ وَهِيَ سُنَّتِى ، وَثَلاَثَ رَكَعَاتٍ وِتْرًا لاَ تَتْرُكْهَا . وَلاَ تُشْرِكْ بِاللهِ شَيْئًا . وَلاَ تَعْصِ وَالِدَيْكَ . وَلاَ تَأْكُلْ مَالَ الْيَتِيْمِ . وَلاَ تَأْكُلِ الرِّبَا . وَلاَ تَشْرَبِ الْخَمْرَ . وَلاَ تَحْلِفْ بِاللهِ كَاذِبًا . وَلاَ تَشْهَدْ شَهَادَةَ الزُّوْرِ عَلَى اَحَدٍ قَرِيْبٍ اَوْ بَعِيْدٍ . وَلاَ تَعْمَلْ بِالْهَوَى . وَلاَ تَغْتَبْ اَخَاكَ . وَلاَ تَقَعْ فِيْهِ مِنْ خَلْفِهِ وَقُدَامِهِ . وَلاَ تَقْذِفِ الْمُحْصَنَةَ . وَلاَ تَقُلْ ِلأَخِيْكَ : يَا مُرَآئِى ، فَتَحْبَطَ عَمَلَكَ . وَلاَ تَلْعَبْ وَلاَ تَلْهُ مَعَ اللاَّهِيْنَ . وَلاَ تَقُلْ لِلْقَصِيْرِ : يَا قَصِيْرُ ، تُرِيْدُ بِذَلِكَ عَيْبَهُ . وَلاَ تَسْخَرْ مِنْ اَحَدٍ مِنَ النَّاسِ . وَلاَ تَأْمَنْ مِنْ عِقَابِ اللهِ تَعَالَى . وَلاَ تَمْشِ بِالنَّمِيْمَةِ فِيْمَا بَيْنَ الإِخْوَانِ . وَتَشْكُرَ ِللهِ عَلَى كُلِّ نِعْمَةٍ الَّتِى اَنْعَمَ بِهَا عَلَيْكَ . وَتَصْبِرَ عِنْدَ الْبَلاَءِ وَالْمُصِيْبَةِ . وَلاَ تَقْنُطْ مِنْ رَّحْمَةِ اللهِ . وَتَعْلَمَ اَنَّ مَا اَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَاَنَّ مَا اَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ . وَلاَ تَطْلُبْ سُخْطَ الرَّبِّ بِرِضَا الْمَخْلُوْقِيْنَ . وَلاَ تُؤْثِرِ الدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ . وَاِذَا سَأَلَكَ اَخُوْكَ الْمُسْلِمُ مِمَّا عِنْدَكَ فَلاَ تَبْخَلْ عَلَيْهِ . وَانْظُرْ فِى اَمْرِ دِيْنِكَ اِلَى مَنْ فَوْقَكَ وَفِى اَمْرِ دُنْيَاكَ اِلَى مَنْ هُوَ دُوْنَكَ . وَلاَ تَكْذِبْ . وَلاَ تُخَالِطِ السُّلْطَانَ . وَدَعِ الْبَاطِلَ وَلاَ تَأْخُذْ بِهِ . وَاِذَا سَمِعْتَ حَقًّا فَلاَ تَكْتُمْهَ . وَاَدِّبْ اَهْلَكَ وَوَلَدَكَ بِمَا يَنْفَعُهُمْ عِنْدَ اللهِ وَيُقَرِّبُهُمْ اِلَى اللهِ ، وَأَحْسِنْ اِلَى جِيْرَانِكَ وَلاَ تَقْطَعْ اَقَارِبَكَ وَذَا رَحِمِكَ وَصِلْهُمْ . وَلاَ تَلْعَنْ اَحَدًا مِنْ خَلْقِ اللهِ تَعَالَى . وَاَكْثِرْ التَّسْبِيْحَ والتَّهْلِيْلَ وَالتَّحْمِيْدَ وَالتَّكْبِيْرَ وَلاَ تَدَعْ قِرَاءَةَ الْقُرْآنِ عَلَى كُلِّ حَالٍ اِلاَّ اَنْ تَكُوْنَ جُنُبًا ، وَلاَ تَدَعْ حُضُوْرَ الْجُمُعَةِ وَالْجَمَاعَاتِ وَالْعِيْدَيْنِ . وَانْظُرْ كُلَّ مَا لَمْ تَرْضَ اَنْ يُقَالَ لَكَ وَيُصْنَعَ بِكَ ، فَلاَ تَرْضَ بِهِ وَلاَ تَصْنَعْهُ بِهِ . بَلْ قَالَ سَلْمَانُ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ : قُلْتُ ، يَا رَسُوْلَ اللهِ ، مَا ثَوَابُ هذِهِ الاَرْبَعِيْنَ حَدِيْثًا؟ قَالَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : وَالَّذِىِ بَعَثَنِى بِالْحَقِّ نَبِيًّا اِنَّ اللهَ تَعَالَى يَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ الاَنْبِيَاءِ وَالْعُلَمَاءِ . وَمَنْ تَعَلَّمَ هذِهِ الاَرْبَعِيْنَ حَدِيْثًا وَعَلَّمَهَا النَّاسَ كَانَ ذلِكَ خَيْرًا مِنَ اَنْ يُعْطَى الدُّنِيَا وَمَا فِيْهَا
Barangsiapa yang mengutipkan 40 berita ini kepada umatku, maka ia akan masuk surga dan Allah akan mengumpulkannya bersama para nabi dan ulama pada hari kiamat! Kami (para sahabat) bertanya: "Wahai Rasulullah, 40 berita yang manakah itu?" Rasulullah saw menjelaskan:
  1. Hendaklah engkau beriman kepada Allah, hari kiamat, para malaikat, kitab-kitab, para nabi, kebangkitan sesudah mati, dan takdir baik dan buruk dari Allah Ta'ala.
  2. Engkau mengakui bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah.
  3. Engkau mendirikan salat dengan menyempurnakan wudlu pada waktunya, dengan menyempurnakan ruku' dan sujudnya.
  4. Engkau menunaikan zakat dengan haknya.
  5. Engkau berpuasa pada bulan Ramadlan.
  6. Engkau pergi haji ke Baitullah jika mampu.
  7. Engkau salat duabelas rakaat sehari semalam. Salat duabelas rakaat adalah sunnahku (menurut riwayat Imam an-Nasai, Ummu Habibah, maksudnya adalah salat rawatib, yaitu: 4 rakaat sebelum salat fardlu dhuhur; 2 rakaat sesudah salat fardlu dhuhur; 2 rakaat sebelum salat fardlu asar; 2 rakaat sesudah salat fardlu maghrib; dan 2 rakaat sebelum salat fardlu isyak). Janganlah engkau tinggalkan salat witir tiga rakaat.
  8. Jangan engkau sekutukan Allah dengan sesuatu.
  9. Jangan engkau durhakai kedua orang tuamu.
  10. Jangan engkau makan harta anak yatim.
  11. Jangan engkau makan harta riba.
  12. Jangan engkau minum arak.
  13. Jangan engkau bersumpah atas nama Allah dengan dusta.
  14. Jangan engkau menjadi saksi palsu terhadap seseorang, baik kerabat dekat maupun jauh.
  15. Jangan engkau berbuat karena menuruti hawa nafsu.
  16. Jangan engkau mengghibah saudaramu.
  17. Jangan engkau terjatuh dalam perbuatan ghibah dari belakang maupun dari muka saudaramu.
  18. Jangan engkau menuduh zina perempuan yang baik-baik.
  19. Jangan engkau mengatakan kepada saudaramu: "Hai orang yang riya", agar engkau tidak menghapus amalmu sendiri.
  20. Jangan engkau bermain dan berbuat sia-sia bersama orang-orang yang berbuat lalai.
  21. Jangan engkau katakan kepada orang yang pendek: "Hai si pendek", dengan maksud mencelanya.
  22. Jangan engkau olok-olok seseorang.
  23. Jangan engkau merasa aman dari siksa Allah Ta'ala.
  24. Jangan engkau adu domba di antara para saudara.
  25. Hendaklah engkau bersyukur pada Allah atas tiap nikmat yang telah diberikan kepadamu.
  26. Hendaklah engkau bersabar pada waktu tertimpa bala' dan cobaan.
  27. Jangan engkau berputus asa terhadap rahmat Allah.
  28. Hendaklah engkau mengetahui bahwa musibah yang menimpamu tidak mungkin dapat terlepas darimu dan bahwa sesuatu yang tidak menimpamu tidak mungkin dapat mengenai kamu.
  29. Jangan engkau cari kemurkaan Allah lantaran mencari kerelaan makhluk.
  30. Jangan engkau pentingkan dunia dari pada akhirat.
  31. Jika saudaramu meminta sesuatu yang ada padamu, janganlah engkau bakhil kepadanya.
  32. Bandingkanlah urusan agamamu dengan orang yang di atasmu, dan dalam urusan duniamu dengan orang yang di bawahmu.
  33. Jangan engkau berdusta.
  34. Jangan engkau bergaul dengan penguasa.
  35. Tinggalkan perkara yang batal dan jangan engkau mengambilnya.
  36. Jika engkau mendengar kebenaran, jangan engkau sembunyikan.
  37. Didiklah keluarga dan anak-anakmu dengan segala sesuatu bermanfaat bagi mereka di sisi Allah dan dapat mendekatkan didi kepada Allah, berbuat baiklah kepada tetangga dan jangan putuskan hubungan kerabat dan famili, tapi sambungkan hubungan dengan mereka.
  38. Jangan engkau laknat makhluk Allah Ta'ala.
  39. Perbanyaklah membaca: tasbih, tahlil, tahmid, takbir, dan jangan engkau tinggalkan membaca al-Quran pada setiap keadaan, kecuali jika kamu sedang junub; jangan engkau tinggalkan salat Jumat, salat berjamaah, dan salat hari raya.
  40. Perhatikanlah segala yang tidak engkau relakan untuk diucapkan dan dilakukan kepadamu, maka jangan engkau relakan untuk dilakukan kepada seseorang dan jangan engkau lakukan.

Sahabat Salman ra bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah pahala dari 40 berita ini?" Rasulullah saw bersabda: "Demi Dzat yang telah mengutusku sebagai nabi dengan hak, sungguh Allah Ta'ala akan mengumpulkan dia pada hari kiamat bersama para nabi dan para ulama. Dan Barangsiapa yang mempelajari 40 berita ini dan mengajarkannya yang lain, niscaya hal itu lebih baik dari pada ia diberi dunia dan isinya.
Syeikh Abdul Mun'im menambah satu bait syair mengenai salawat sebagai penutup
ثُمَّ الصَّلاَةُ عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ × وَاْلآلِ وَالصَّحْبِ الَّذِيْنَ يُحَشَّمُ
Kemudian kesejahteraan semoga tetap atas Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabat yang seperti pelayan, keluarga, dan kerabat di sisi Nabi saw.