BIOGRAFI USTAD JEFRY, MANTAN PECANDU YANG TOBAT DAN KINI MENJADI USTAD
YANG TERKENAL
Ustadz
ganteng ini laris diminta berdakwah. Perjalanan hidup Jeffry Al Buchori sungguh
dahsyat. Penuh gejolak dan tikungan tajam. Proses pergulatan yang luar biasa ia
alami sampai ia menemukan kehidupan yang tenang dan menenteramkan. Simak
kisahnya yang sangat memikat mulai nomor ini.
Sebetulnya
aku tidak ingin bercerita banyak tentang masa laluku. Maklum, masa laluku
sangat kelam. Namun, setelah kupikir, siapa tahu perjalanan hidupku ini bisa
menjadi pelajaran bagi orang lain. Baiklah, aku bersedia membagi pengalaman
hidupku pada para pembaca. Insya Allah, ada gunanya.
Aku
lahir dengan nama Jeffry Al Buchori Modal pada 12 April 1973 di Jakarta. Waktu
aku lahir, keluargaku memang sudah menetap di Jakarta. Aku lahir sebagai anak
tengah, maksudku anak ke-3 dari lima bersaudara. Tiga saudara kandungku
laki-laki, dan si bungsu adalah perempuan. Layaknya bersaudara, hubungan kami
berlima cukup dekat. Sekadar bertengkar, sih, wajar saja. Apalagi, jarak usia
kami tidak berjauhan.
Apih
(panggilan Jefri untuk ayahnya, Red.), M. Ismail Modal, adalah pria bertubuh
tinggi besar asli Ambon, sedangkan Umi, begitu aku biasa memanggil ibu, Tatu
Mulyana asli Banten. Apih mendidik kami berlima dengan sangat keras. Tapi,
kalau tidak begitu, aku tidak akan merasakan manfaat seperti sekarang. Kalau
kami sampai lupa salat atau mengaji, wah, jangan ditanya hukuman yang akan
diberikan Apih. Dalam hal agama, Apih dan Umi memang mendidik kami secara
ketat.
Namun,
sebetulnya Umi adalah seorang ibu yang amat sabar dan lembut dalam menghadapi
anak-anaknya. Apih pun orang yang selalu bersikap obyektif. Dia akan membela
keluarganya mati-matian bila memang keluarganya yang benar. Sebaliknya dia
tidak segan-segan menyalahkan kami bila memang berbuat salah.
Berada
di lingkungan keluarga yang taat agama membuatku menyukai pelajaran agama.
Sewaktu kelas 5 SD, aku pernah ikut kejuaraan MTQ sampai tingkat provinsi.
Selain agama, pelajaran yang juga kusukai adalah kesenian. Entah mengapa, aku
suka sekali tampil di depan orang banyak. Oh ya, setelah kenaikan kelas, dari
kelas 3 aku langsung melompat ke kelas 5. Jadilah aku sekelas dengan kakakku
yang kedua.